Seperti pecahan batu yang berwarna indah, luka-luka dalam hidup kita adalah bagian dari seni alam, yang mengajarkan kita untuk menerima setiap fragmen kehidupan dengan penuh syukur. | Ino Sigaze.
Siang itu gelombang laut tampak tenang dengan riak ombak yang silih berganti, berpantun di pesisir pantai La Paga. Hening dan syahdu terasa di antara barisan batu berwarna. Dalam himpitan perpaduan suara syahdu itu, saya mencoba membangunkan imajinasi untuk menulis sesi kedua dari keindahan pantai La Paga.
Pesona yang ditonjolkan pada sesi ini tidak lagi tentang lumut hijau cerah yang merona dan menggoda mata, tetapi lebih pada ceceran cadas dan hempasan batu berwarna dengan hiasan lapisan yang berbeda warna.Â
Kucoba mengambil gambar dari arah menuju lumut hijau. Terlihat di sana ada pecahan dinding tebing yang penuh warna.Â
Kontemplasi Alam
Sejenak berkontemplasi di tempat itu, saya menemukan bahwa realita dari pecahan batu dan dinding yang seperti tercabik itu menunjukkan pesona keindahan yang istimewa.
Dari pemandangan itu terlihat ada gagasan tentang perspektif menerima kenyataan. Kenyataan yang bertentangan dengan kebiasaan manusia umumnya adalah bahwa orang hanya mudah menerima keutuhan tanpa ada luka tercabik dan pecahan.Â
Nah, dari dinding pesisir pantai La Paga disuguhkan satu perspektif yang berbeda.Â
Di sana orang bisa belajar menerima (annehmen) kenyataan hidup yang berbeda, bahkan termasuk di dalamnya luka. Luka, retakan, pecah, terhempas, terdampar ternyata dalam kondisi natural punya keindahan yang menanti multi tafsir mata manusia.
Apakah itu adalah suatu keajaiban? Jika pecahan batu, retakan pada tebing, dan lempengan batu yang terhempas gelombang itu dilihat sebagai keajaiban alam, mengapa manusia sulit sekali menerima penderitaan dan luka dalam hidupnya?Â
Transformasi Cara Pandang
Bukankah luka dan penderitaan itu ada pesona keindahannya sendiri?Â
Sama seperti batu berwarna yang terhempas dan tercecer itu, orang bisa melihat keindahannya, demikian pula perspektif dan sudut pandang manusia tentang luka dan penderitaan sebagai keindahan dalam proses transformasi menjadi sempurna sesuai dengan keajaiban tangan Tuhan yang sedang melukis jiwa kita.
Dari pecahan batu dan retakan yang tercecer, orang melihat keindahan yang luar biasa, seakan tangan Tuhan sedang melukis setiap hari dalam balutan rahasia perubahan alam.Â
Oh keindahan yang tidak bisa nyaman di mata manusia umumnya.Â
Sampai kapan manusia bisa menerima penderitaannya? Apakah pecahan, retakan batu-batu itu ajaran kebijaksanaan Pencipta yang membimbing manusia untuk memiliki perspektif berbeda dari yang biasanya?Â
Apakah cukup ketika manusia merentangkan tangan pasrah pada nasib dan takdir yang terjadi padanya? Ataukah mungkin orang perlu menulis dan menarasikan semuanya sehingga bergema dalam literasi yang memadukan elemen alam, manusia, dan Pencipta?
Seperti gelombang laut yang terus-menerus menghantam batu, begitu pula hidup kita yang tak pernah lepas dari hempasan cobaan dan luka.Â
Namun, dari setiap hempasan itu, kita dipahat menjadi bentuk yang lebih indah dan unik. Melalui luka, kita belajar tentang ketangguhan, melalui penderitaan, kita menemukan kedalaman makna hidup.Â
Sebagaimana batu-batu di pantai La Paga yang menampakkan lapisan-lapisan keindahannya setelah terhempas gelombang, demikian pula jiwa kita yang terbuka untuk menampilkan warna-warna kehidupan yang autentik setelah melewati berbagai ujian.
Menerima luka bukan berarti menyerah pada penderitaan, tetapi mengakui bahwa luka adalah bagian dari perjalanan menuju kebijaksanaan dan kedewasaan.Â
Retakan dan Cerita
Dalam setiap retakan, ada cerita yang menanti untuk diceritakan, dalam setiap pecahan, ada pelajaran yang tersembunyi. Menulis dan menceritakan pengalaman kita adalah cara untuk mengubah luka menjadi sumber kekuatan, untuk mengubah penderitaan menjadi kebijaksanaan yang bisa dibagikan kepada dunia.
Ketika kita menerima luka sebagai bagian dari perjalanan hidup, kita membuka diri untuk melihat keindahan dalam segala hal, termasuk dalam penderitaan.Â
Seperti dinding tebing yang pecah di pantai La Paga, kita pun bisa menampilkan keindahan yang berbeda dari luka-luka kita. Menerima luka berarti membuka hati untuk menerima kasih dan kebijaksanaan Tuhan yang bekerja melalui setiap momen hidup kita.Â
Dan dengan begitu, kita bisa menjalani hidup dengan penuh rasa syukur, mengetahui bahwa setiap luka adalah bagian dari lukisan indah yang Tuhan ciptakan dalam diri kita.
Salam berbagi, Ino, 5 Juli 2024.