Kejatuhan tanpa Nama

Riuh suara pendukung terbang seperti kepulan asap rokok. 

Sejenak di depan mata, berputar-putar, lalu lenyap entah ke mana. 

Diam mendekap dalam sunyi mungkin sudah terlambat. 

Baca juga: Mengapa Bangsa Ini Perlu Merawat Kebudayaannya dalam Kancah Globalisasi?

Emosi telah merenggut sunyi dalam kalbu, hingga kata-kata bual dan merendahkan tak dapat ditutup-tutup. 

Angka-angka berkibar dengan energi kritik tajam merendahkan, hingga jiwa tersayat. 

Tersayat bisu karena direndahkan hingga jiwa meneteskan air mata. 

Baca juga: Harmoni Spiritual dan Tanggung Jawab Lingkungan dalam Kepemimpinan Politik: Refleksi dari Tempat Hening

Teringat angka 5 dan 11 dari 100 yang pernah terbang bagai pusaka terlarang dari gunung Salak menembusi jantung sasaran dibarengi sinisan tertawa. 

Terlalu sakit dan pedas momen itu. Tapi itu moment rahmat dan pengangkatan dari yang paling hina. 

Baca juga: Meniti Solusi Kreatif: Membahas Tantangan Pembayaran UKT, Pinjaman Online dan Perencanaan Pendidikan

Momen hening yang memunculkan jati diri yang kuat dan memikat. 

Suatu penampakan aura spiritual dari kebersihan jiwa.