Debat-debat capres masa kini seperti debutan dalam debat.Â
Debat gagasan mestinya, bukan debat emosi dan bualan cuma kampanye semata.
Itu bahasa kampanye, debat lain, ingin dobrak cuma debutan saja.
Debat kusir untuk salurkan emosi, tunjukan kuasa dan massa dengan nada-nada sinis.
Masa lalu mereka dibuka sekarang ini, hanya berharap banjiran simpati.
Bukan informasi yang mendidik, tapi celaan masa lalu yang tidak menarik di kuping.
Debat seperti anak debutan, tak sanggup kalahkan nafsu  emosi, terdengar jadi ngeri amit-amit.
Bual sana sini, raih sorak sorai, tepuk tangan cuma keluar angin.
Kritik kinerja masa lalu, tapi tak peduli jabatannya saat ini.
Janji selangit, yang terjelaskan dengan baik cuma debutan dalam debat saat ini.
Masa lalu dan kini mungkin tak ada bedanya lagi.
Perubahan, mau kemana lagi?
Menjelaskan visi dengan perspektif yang peduli tanah air, mungkin terlalu kering rasanya sendiri, tapi itu yang terpenting.
Memberikan gambaran cara pandang yang luas dan terkoneksi dengan kemajuan dan masa depan sering tidak dipedulikan lagi.
Visi langsung jadi debutan kritik, mereka pikir biar lawan kapok di mata publik.
Tapi penting cara seperti ini. Rakyat ingin lihat sendiri ketenangan dan kejujuran hati calon pemimpin negeri ini.
Pemimpin yang punya visi dengan ungkapan-ungkapan yang sederhana tanpa mencederai lawan-lawan politik.
Terlalu dini semua ini sebelum menghapus ingatan rakyat kecil sana sini.
Oh calon pemimpin negeri ini, suratan takdir memang ada sejak awal  dari rahim ibu pertiwi.
Tuhan tidak tega membiarkan mereka yang cuma gemar membual janji manis.
Dia butuh kata hati yang bisa direalisasikan saat ini dan nanti.
Salam berbagi, Ino, 9 Januari 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H