Saat-saat awal liburan Natal seakan dihapus sekejap ketika mendengar berita perginya teman sebaya saat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.
Bukan hanya soal teman sekolah, tetapi juga lebih dari itu sebagai keluarga, terlebih ketika melihat kenyataan bahwa ia harus meninggalkan seorang istri dan empat anaknya.
Usianya yang relatif muda, 44 tahun sebagai seorang guru muda, tentu meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi keluarga, anak murid, dan secara istimewa bagi istri dan anak-anaknya.
Merenungkan momen kehilangan teman dekat pada saat liburan itu sama dengan membuka pintu kesedihan itu untuk masuk ke dalam hati.
Bagaimana bisa mengatasi kesedihan saat liburan kalau berhadapan dengan situasi kehilangan teman? Jawaban termudah tentu saja adalah doa.
Memang doa itu bisa mengatasi kesedihan, tetapi dalam situasi itu terasa tidak cukup hanya dengan doa, melainkan kehadiran pada momen akhirnya sangat menentukan.
Saya memutuskan untuk menghadiri upacara pemakamannya di kampung. Saya masih ingat saat itu saya benar-benar bukan hanya sedih, tetapi juga buntu untuk mengatakan apa dalam misa Requiemnya.
Beberapa jam sebelum pemakaman, saya menemukan satu kalimat yang secara spontan saya temukan dalam tulisan lepas orang di jalan.
Tulisan itu sangat menginspirasi: "Nothing gonna change my love for you." Saya merenungkan kalimat itu dan saya percaya kalimat itu bukanlah suatu kebetulan kalau saya menjadikannya sebagai kalimat yang meneguhkan keluarga dan semua yang hadir.
Ya, saya katakan dalam tiga sudut pandang: Pertama, tidak ada yang bisa mengubah cinta saya (Tuhan) pada kamu (teman yang meninggal itu).
Kedua, tidak ada yang bisa mengubah cinta saya (teman yang meninggal) pada kamu (istri dan anak-anaknya). Ketiga, tidak ada yang bisa mengubah cinta saya (teman yang meninggal) pada Tuhan.