Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bursa ASN: Dilema Antara Mobilitas, Kualitas dan Kontinuitas

17 November 2023   11:39 Diperbarui: 30 November 2023   15:08 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) menggunakan masker saat mengikuti pelantikan secara daring (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/pras.(Aloysius Jarot Nugroho)

Tanggung jawab sebagai ASN akan jauh lebih penting dibandingkan dengan hal lain yang menjadi konsekuensi dari suatu mobilitas dan dilema-dilemanya.

Bursa Aparatur Sipil Negara yang disertai wacana perpindahan dari pusat ke daerah dan sebaliknya, bahkan dari satu instansi ke instansi lainnya sesuai dengan talenta yang dimiliki, memang sangat menarik dan bisa saja memicu polemik hangat.

Berbagai perhitungan akan muncul bersamaan dengan gagasan perpindahan itu. Pasalnya, Indonesia memiliki wilayah yang luas sekali dan jika kemungkinan perpindahan itu menjadi sangat terbuka tanpa memikirkan apa pengaruhnya, maka keputusan perpindahan itu bisa saja mengecewakan ASN.

Analisis terkait bursa ASN membawa serta dilema yang tidak mudah antara tiga istilah kunci berikut ini: mobilitas, kualitas, dan kontinuitas.

Tulisan ini akan menyoroti dilema sekaligus plus-minus dari gagasan perpindahan itu sendiri:

1. Mobilitas ASN dan Pengaruhnya bagi Hidup Keluarga

Merencanakan dan menggagas sesuatu terkadang membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dan ikut memengaruhinya.

Gagasan tentang mobilitas itu pada satu sisi sangat baik, agar seorang ASN bisa menjadi lebih terbuka lagi mengenal budaya dan cara hidup orang di tempat lain di Indonesia ini.

Namun pada sisi yang lain, mobilitas itu bisa menimbulkan stres karena sudah pasti akan berurusan dengan barang-barang dan keluarga.

Tidak hanya itu, tentu saja sangat berpengaruh pada ekonomi keluarga. Coba bayangkan seorang ASN yang biasa hidup di Jakarta dengan sajian cepat dan harus beradaptasi dengan suasana baru seperti di Flores yang kuliner dan makanannya sangat terbatas dengan kualitas yang berbeda jauh dari di Jakarta.

Bursa ASN: Dilema antara Mobilitas, Kualitas dan Kontinuitas | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.
Bursa ASN: Dilema antara Mobilitas, Kualitas dan Kontinuitas | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Mungkinkah ASN bisa menerima situasi itu? Belum lagi, kalau di Jakarta orang bisa menikmati rumah yang nyaman ber-AC tanpa ada persoalan, tapi kalau di Flores bagaimana mungkin bisa terjadi karena listrik hampir setiap hari padam?

Mungkinkah mereka membawa serta peralatan dari Jakarta sementara itu akan rusak di Flores karena arus listrik yang sangat tidak stabil. Kulkas bisa rusak, TV bisa dengan mudah rusak hanya karena listrik mati dan hidup beberapa kali dalam sehari.

Semua kendala itu tentu saja akan sangat berpengaruh pada kualitas hidup ASN itu sendiri. Sangat mungkin bahwa hidup akan terasa lesu karena orang kekurangan hiburan dan sejumlah keterbatasan yang tidak bisa dihindari.

2. Lingkungan Hidup yang Berbeda Akan Mempengaruhi Kualitas Hidup

Pada satu sisi, memang mobilitas itu sama dengan hidup yang penuh dinamika, tentu saja menarik, dan seseorang bisa mengumpulkan banyak pengalaman (Erfahrungen). Tetapi perjumpaan dengan lingkungan yang baru tentu saja tidak selalu mudah karena seseorang akan masuk ke dalam pintu adaptasi yang baru.

Syukur kalau memang tempat baru itu persis pada lingkungan yang sangat mendukung sesuai dengan harapan, tetapi jika tempat baru itu memiliki budaya kehidupan yang sama sekali berbeda, maka akan sangat mengganggu.

Ada beberapa daerah yang suka berpesta dengan suara musik tanpa mempedulikan apakah tetangga itu suka atau tidak, mampukah seorang ASN bersama dengan keluarganya itu bisa beradaptasi.

Oleh karena itu, jika mobilitas itu adalah suatu keharusan, maka perlu adanya waktu orientasi sekadar untuk mengenal budaya dan adat istiadat tempat tujuan, bahkan dengan lingkungannya.

Orientasi yang baik akan sangat membantu dalam proses integrasi budaya untuk selanjutnya.

3. Kontinuitas Program Mungkin Akan Putus Ketika Pemerintah Lebih Mengutamakan Mobilitas

Selain dari plus-minusnya di atas, ada kemungkinan yang sangat besar pengaruhnya bagi keberlanjutan program kerja ASN. Saya membayangkan bahwa akan lebih mudah bagi ASN dari pusat ke daerah, ketimbang dari daerah ke pusat kota.

Kendala-kendala praktis akan benar-benar dialami pada masa-masa awal, dan tentu saja mereka dihantui sejumlah ketakutan. Bagaimana harus ke kota dengan menggunakan jasa Grab.

Bagaimana mereka harus berbelanja di mal sementara mereka sendiri belum punya kartu kredit dan jenis-jenis kartu untuk keperluan belanja online.

Bagaimana mereka harus mencari dan menyewa rumah dan apartemen. Rasanya terlalu bagi ASN yang dari daerah untuk ke kota besar seperti di Jakarta.

Belum lagi tingkat kepercayaan diri mereka mungkin akan sedikit terganggu karena dari segi pengalaman dan penguasaan teknologi barangkali tidak sebanding dan lain sebagainya.

Tapi yang paling penting tentu saja mereka akan ragu-ragu menerapkan pengalaman dan program yang pernah mereka lakukan di tingkat daerah karena merasa bahwa di kota pasti sudah berbeda.

Dari sisi itu sebenarnya apa yang pernah dilakukan dengan baik di tingkat daerah bisa saja terputus dan tertinggal di daerah saja dan tidak bisa dibawa serta ke pusat.

Belum lagi atmosfer kerja bersama dengan teman-teman baru yang karakternya berbeda-beda. Tentu saja hal itu sangat tidak mudah.

Saya jadi ingat ulasan filosofis tentang Jacques Derrida tentang responsibility to the other. Derrida dikritik bahwa ia melupakan gagasan tentang tanggung jawab bahwa pada prinsipnya seseorang harus berperilaku sesuai dengan prinsip umum yang dapat divalidasi dan dibenarkan secara rasional di ranah publik.

Mobilitas tinggi tentu saja akan berdampak pada konsentrasi dan fokus ASN untuk bekerja sebagai ASN. Satu hal yang pasti, hal baik yang pernah dimulai di tempat lain akan terputus dan berakhir.

Apalagi dalam konteks guru dengan model kurikulum merdeka saat ini. Pendekatan dan model pembelajaran yang menjadi temuan menarik dari seorang guru belum tentu akan diteruskan oleh guru lain setelah kepergiannya.

Jadi, pada prinsipnya, bursa ASN akan menjadi topik kajian menarik, apalagi kalau kita melihat dan menganalisis persoalan-persoalan konkret yang akan dihadapi jika gagasan itu akan menjadi suatu kenyataan.

Bursa ASN akan berhadapan dengan dilema antara mobilitas, persoalan kualitas hidup, dan kontinuitas. Di atas semua dilema yang ada dan yang akan ada, seorang ASN perlu tetap memiliki tanggung jawab.

Tanggung jawab sebagai ASN akan jauh lebih penting dibandingkan dengan hal lain yang menjadi konsekuensi dari suatu mobilitas.

Meskipun demikian, perlu disadari bahwa setiap ada dinamika dan mobilitas pasti ada penyusutan. Nah, entah itu penyusutan semangat kerja, penyusutan kualitas hidup, dan bisa juga penyusutan gairah tanggung jawab seseorang.

Oleh karena itu, mobilitas bisa saja terjadi tetapi tetap perlu ada komunikasi, diskusi, dan konfirmasi dengan budaya dan adat istiadat yang lain dan lingkungan baru.

Salam berbagi, Ino, 17 November 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun