Mengubah wajah lembaga Konstitusi itu tetap belum cukup tanpa mengubah seluruh organ mesin penggeraknya. Masih ada cahaya harapan baru, jika MKMK punya konsep yang benar dan jujur.
Sorotan topik pilihan kali ini sungguh menantang siapa saja yang memiliki minat khusus dalam persoalan hukum di negeri ini. Persoalan hukum di negeri ini tidak pernah berakhir dengan kepuasan yang memadai.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Semboyan dan adagium apa saja yang bisa muncul pada setiap jejak transisi kepemimpinan, namun wajah hukum kita tetap saja menampilkan ketidakpuasan publik yang sangat besar.
Persoalan-persoalan hukum yang besar di negeri ini tampaknya seperti hangat-hangat tahi ayam. Dalam banyak kasus selalu meninggalkan ketidakpuasan pihak-pihak tertentu yang menuntut keadilan, baik itu berkaitan dengan keselamatan manusia maupun dengan keadilan bagi banyak orang.
Mungkin saja minat publik untuk berbicara tentang hukum di negeri ini sangat rendah, karena hukum di negeri kita seperti kebalikan dari apa yang diucapkan oleh pejabat hukum.
Apa artinya reformasi hukum?
Pertanyaan yang tetap berlanjut sebagai suatu pertanyaan sepanjang masa adalah pertanyaan tentang reformasi hukum yang datang dari rakyat jelata.
Tulisan ini lebih merupakan ekspresi keraguan yang sangat besar, bahkan merasa mustahil bahwa MKMK bisa mengubah wajah lembaga konstitusi kita hanya dengan keputusan terkait pelanggaran kode etik.
Mengubah wajah lembaga konstitusi tentu saja bukan pekerjaan mudah, dan karena itu saya tidak yakin bahwa wajah lembaga kita bisa diubah hanya dengan satu keputusan terkait pelanggaran kode etik.
Bisa saja persoalan ini menjadi begitu hangat dibicarakan hanya karena terkait konteks politik tanah air saat ini. Dan hal seperti itu sebenarnya bukan hal baru lagi terjadi di negeri ini.
Model pilpres dan pilkada tetap menjadi momen paling menarik untuk menghadirkan isu-isu baru, terutama jika isu-isu itu terkait dengan tokoh-tokoh tertentu.