Objektivitas hukum yang kuat penting dalam sistem hukum yang adil dan berkeadilan
Sorotan bahasan kali ini telah menyeret nama Firli Bahuri, sebuah nama yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia berkat posisi dan jabatan penting yang dipercayakan kepadanya.
Lembaga penting yang terkenal dengan independensinya sekarang tampaknya kehilangan daya tariknya.Â
Hal ini terjadi karena tingkat kepercayaan publik mulai menurun akibat dugaan keterlibatan Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo pada Kamis (26/10/2023).
Terdapat rasa curiga yang kuat dengan penilaian kritis lembaga penegak hukum di negeri ini, yang tampaknya menyoroti tindakan terhadap Firli Bahuri. Muncul pertanyaan, mengapa rumah Ketua KPK digeledah tiba-tiba?
Apakah tindakan polisi dalam menggeledah rumah kepala KPK patut dilakukan?
Netizen dan pengamat politik, tentu saja, mengajukan pertanyaan tentang kepatutan dari tindakan penggeledahan rumah Ketua KPK, Firli Bahuri.Â
Seperti yang kita ketahui, UU No. 30 Tahun 2002 telah menegaskan independensi lembaga KPK, yang seharusnya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Namun, independensi lembaga KPK tampaknya terbatas seiring dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-XV/2017 yang menegaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang berada dalam wilayah eksekutif.
Faktor keterlibatan KPK dalam ranah eksekutif adalah yang memungkinkan penggeledahan rumah Ketua KPK untuk mencari alat bukti menjadi sah.
Perlu dicatat bahwa penggeledahan rumah Ketua KPK dilakukan dengan tujuan penegakan hukum di satu sisi dan pemisahan urusan institusional dan pribadi di sisi lainnya. Dengan demikian, secara hukum, tindakan penggeledahan ini tidak bertentangan.