Rencana dan gagasan baru terkait pendidikan perlu dipertimbangkan lagi dari berbagai sudut pandang agar konsep marketplace sesuai dengan kebutuhan dan situasi masyarakat Indonesia yang terkini dan merata | Ino Sigaze.
Heboh di media sosial baru-baru ini terjadi akibat gagasan baru Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mediksbud Ristek), Nadiem Makarim, tentang rencana pembuatan Marketplace guru.
Reaksi bermunculan dari berbagai pihak dengan beragam corak, baik yang mengkritik gagasan Marketplace Nadiem Makarim, maupun argumen-argumen pro lainnya yang mendukung terobosan tersebut.
Tulisan ini mencoba menyoroti kenyataan harapan dan aspek emosional para guru dalam menghadapi program Marketplace itu sendiri.
Oleh karena itu, mari kita jelaskan terlebih dahulu apa itu Marketplace.
Marketplace adalah sebuah platform yang menyediakan informasi lengkap tentang para guru yang memenuhi persyaratan dengan database yang dapat diakses oleh semua sekolah.
Konsep Marketplace ini terdengar menarik karena Pak Nadiem mempertimbangkan kelengkapan informasi terkait para guru di seluruh Indonesia. Namun, ada tiga pertimbangan terkait gagasan Marketplace ini:
1. Perlunya penjelasan lebih lanjut terkait "Semua guru yang boleh mengajar."
Apa arti dari "boleh mengajar" di sini? Apakah karena kualifikasi guru yang memenuhi syarat sehingga dianggap "boleh" ataukah perlu adanya persyaratan administratif dan bukti pengalaman mengajar sebagai penentu seorang guru yang dianggap "boleh mengajar"?
Siapa yang berwenang menentukan "boleh mengajar"? Beberapa kasus di lapangan menunjukkan bahwa seseorang dianggap dan diterima sebagai guru hanya karena memiliki ijazah tamatan yang sesuai dengan standar guru.