Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Proses, Visi dan Gagasan dalam Merintis Komunitas Ekowisata

12 Juni 2023   15:44 Diperbarui: 31 Juli 2024   09:02 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk merintis komunitas ekowisata dibutuhkan tidak hanya visi, gagasan, tetapi juga proses diskusi  dan kerja sama dengan banyak pihak dan survei lapangan | Ino Sigaze.

Sorotan topik pilihan Kompasiana ini memang menarik untuk ditelusuri lebih dalam. Komunitas tentu saja lebih dari sekadar memiliki grup WhatsApp (WA), meskipun biasanya setiap komunitas memiliki Grup WA.

Saya mencoba menebak maksud dari topik pilihan (topil) tersebut, bahwa itu bukan hanya tentang sebuah komunitas yang tergabung dalam suatu Grup WA, tetapi lebih dari itu.

Arti kata "komunitas"

Oleh karena itu, saya mencoba menguraikan apa arti dari kata "komunitas". Akar kata "komunitas" itu sendiri berasal dari bahasa Latin "Communitas". Pada awalnya, istilah "komunitas" memiliki arti yang lebih sempit, seperti sebuah komunitas spiritual.

Namun, seiring berjalannya waktu, kata "komunitas" telah diterima dengan arti yang lebih luas. Tidak hanya dalam konteks spiritual, tetapi juga hampir dalam semua konteks yang berkaitan dengan hobi dan minat sekelompok orang.

Tulisan ini menggunakan kata "komunitas" dalam arti yang luas, namun lebih spesifik dalam konteks komunitas ekowisata. Tantangannya adalah bagaimana orang memahami istilah "ekowisata" itu sendiri.

Apa itu ekowisata?

Ekowisata adalah istilah dalam bahasa Indonesia, meskipun dalam bahasa asing sebenarnya istilah tersebut tidak berbeda dengan "kotourismus" (pariwisata ekologi).

Orang-orang yang memahami istilah "Ökotourismus" tahu bahwa hal tersebut berkaitan dengan potensi alam, budaya, dan adat istiadat di suatu tempat, dengan peluang untuk wisata dan kunjungan dari orang-orang baik dari dalam maupun luar negeri.

Salah satu kemungkinan lain dari konsep ekowisata adalah terkait dengan liburan dan interaksi dengan orang lain. Dalam konteks liburan, kunjungan, dan pertemuan dengan orang lain, saya melihat betapa pentingnya komunitas ekowisata itu sendiri.

Secara lebih spesifik, orang juga perlu memahami arti dari kata "eko" itu sendiri. "Eko" adalah sebutan dalam bahasa Indonesia yang berasal dari kata bahasa Yunani "oikos", yang berarti rumah.

Dari sini kita dapat melihat hubungan antara komunitas dan ekowisata, yaitu bahwa untuk sebuah ekowisata kita juga membutuhkan sebuah "rumah". Rumah tersebut tidak hanya dalam arti fisik, tetapi juga dalam arti spiritual yang dapat kita pahami sebagai sebuah komunitas. Di dalamnya terdapat kebersamaan.

Dalam hal ini, diperlukan kesamaan visi, misi, dan perspektif tentang komunitas ekowisata itu sendiri.

Gebrakan komunitas ekowisata Nggera Mbari

Sejak 10 tahun yang lalu, saya telah memulai upaya mempromosikan beberapa objek wisata yang menurut saya layak untuk dipublikasikan. Keputusan ini didasarkan pada nilai jual yang sangat potensial dari objek wisata tersebut, yang dapat menarik minat turis serta memiliki potensi edukasi dalam sejarah dan budaya.

Kriteria kelayakan dalam pengembangan ekowisata tentu saja masih terus berkembang. Oleh karena itu, standar yang saya gunakan sederhana, seperti objek wisata memiliki sejarahnya sendiri, bukti sejarah yang ada, serta keindahan alam yang menonjol.

Sejak awal, saya telah mengambil beberapa langkah kecil, antara lain:

1. Ngobrol dan berbincang santai bersama orangtua di kampung Worowitu

Saya telah beberapa kali melakukan momen ngobrol ini untuk mendapatkan informasi penting terkait sejarah. Hasil dari ngobrol tersebut telah saya tulis baik di blog pribadi maupun di Kompasiana. Sejarah tentang Nggera Mbari telah berhasil dituliskan.

2. Proses survei lapangan

Kami telah beberapa kali melakukan survei langsung ke reruntuhan kampung tua Mbari yang masih ada sejak beberapa abad yang lalu. Bahkan, kami telah melihat langsung beberapa objek terkait sejarah yang diceritakan oleh masyarakat di sana.

3. Proses promosi kecil

Proses ini telah berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Setiap ada tamu yang datang, kami akan mengajak dan mendampingi mereka, terutama generasi muda di sana, ke tempat-tempat yang telah kami sebutkan sebagai bersejarah dan memiliki potensi wisata.

Saya masih ingat kunjungan pertama lima tahun yang lalu, yang dihadiri oleh 45 orang. Di sana, kami dapat menikmati keindahan air terjun Tiwu Awu. Di bawah rimbunnya daun pohon kenari, kami duduk dan bercerita dengan penuh mimpi tentang masa depan tempat tersebut.

Sumber mata air  Ae Puu | Dokumen pribadi oleh Ino
Sumber mata air  Ae Puu | Dokumen pribadi oleh Ino

Tempat ini sangat diuntungkan karena akses internet yang sangat baik di sana. Beberapa tamu dengan senang hati menghubungi saya hanya untuk memberitahu bahwa mereka sedang berada di tempat air terjun Tiwu Awu.

Setiap kali ada momen kunjungan, ratusan foto mulai tersebar di beberapa media sosial seperti Facebook. Perkembangan ini tampaknya berjalan perlahan namun pasti.

4. Membangun koneksi kerjasama dengan orang luar

Proses kerjasama dengan orang lain memang sangat penting. Dalam kesempatan ngobrol bareng dengan beberapa orang muda Indonesia yang berada di Jerman, akhirnya saya menemukan kesamaan gagasan dan perspektif yang sama.

Beberapa perspektif yang sama antara lain: Kami melihat bahwa Flores saat ini sedang menjadi sorotan global. Setidaknya sejak gebrakan Jokowi dengan berlangsungnya KTT ASEAN 2023 di Labuan Bajo, nama Labuan Bajo khususnya, dan Flores secara umum, telah menjadi pembicaraan global saat ini.

Popularitas ini seharusnya direspons secara positif dengan wawasan yang lebih spesifik dalam usaha konkrit untuk pengembangan wisata lokal.

Oleh karena itu, pada bulan Juni ini, dua orang teman akan turun ke lapangan dan berbicara dengan orang-orang di sana dalam rencana membangun komunitas ekowisata.

Langkah-langkah konkret untuk membentuk komunitas ekowisata telah dilakukan sejak lama dengan proses yang berkelanjutan dari waktu ke waktu, bersama dengan orang-orang lain yang memiliki hobi dan minat yang sama.

Pada sekitar tanggal 19-21 Juni 2023, akan diadakan diskusi bersama dengan tim yang datang dari Jerman, dan satu hari akan digunakan untuk survei lapangan.

Survei tersebut akan mencakup beberapa objek wisata yang telah saya tulis dan sudah diketahui oleh masyarakat di kampung Worowitu.

Ada 12 objek wisata yang menjadi fokus perhatian komunitas ekowisata Nggera Mbari, yaitu kampung tua Nggera Mbari, Tiwu Awu, Tiwu Tenda, Tiwu Pere, Tiwu Zera Ura, Tiwu Kamu Aja, Tiwu Jara, Tiwu Zeze Anga, Tiwu Se, Ae Puu, Gua Maria Peo Mbuja, dan Sao Nggua Paumere.

Objek batu seperti manusia tidur di Tiwu Awu | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.
Objek batu seperti manusia tidur di Tiwu Awu | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Beberapa Tiwu, seperti Tiwu Awu, Tiwu Pere, dan Tiwu Tenda, akan menjadi objek penelitian lebih lanjut, sementara beberapa Tiwu lainnya akan menjadi tempat mandi dan rekreasi.

Batu unik di tengah kampung Nggera Mbari | Dokumen pribadi oleh Ino
Batu unik di tengah kampung Nggera Mbari | Dokumen pribadi oleh Ino

Tidak hanya itu, ada juga objek lain di sana yang dapat dinikmati oleh pengunjung, seperti buah kenari, buah sukun, serta aktivitas mancing dan menikmati keindahan hutan dan alam yang tenang dengan kicauan burung kenari dan berbagai satwa liar lainnya yang hidup di sana.

Bagaimana kelanjutannya dari komunitas Ekowisata?

Target dan proses merintis sebuah komunitas Ekowisata tentunya tidak mudah. Usaha menerjemahkan visi dan gagasan tidak selalu bisa direalisasikan dalam waktu yang singkat. 

Meskipun demikian, peluang dan potensi yang ada dapat menjadi langkah maju dari waktu ke waktu. Kemungkinan pengembangan komunitas Ekowisata meliputi ragam pelatihan terkait pertanian, pasar dan komoditas masyarakat, kemandirian ekonomi dan UMKM, budaya dan minat baca masyarakat, serta beberapa tema lainnya.

Oleh karena itu, penulis sangat menyadari pentingnya beberapa hal berikut ini dalam merintis sebuah komunitas Ekowisata:

1. Penginisiatif harus memiliki visi dan gagasan yang didasarkan pada analisis yang bisa dipertanggungjawabkan.

2. Harus ada nilai-nilai sejarah yang konkret dan potensi alam yang menarik dan belum dikembangkan.

3. Mampu membangun atmosfer diskusi untuk mengumpulkan ide-ide dan gagasan yang kreatif.

4. Mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan wawasan yang memadai dalam proses edukasi dengan visi ekowisata.

5. Mampu bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang memiliki visi yang sama.

6. Menulis dan membagikan aktivitas komunitas Ekowisata dalam berbagai kegiatan.

Komunitas ekowisata tidak harus dimulai dengan gebrakan besar, tetapi dengan langkah kecil seperti bertemu dengan beberapa orang yang berbeda, kemudian berdiskusi, berbagi wawasan dan cerita, serta menulis dan membagikannya. Dengan demikian, gagasan kecil itu dapat tumbuh seperti pohon yang berbuah.

Saya percaya bahwa semua hal besar di bumi ini bermula dari satu gagasan kecil.

Salam berbagi, Ino, 12 Juni 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun