Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Pendekatan dalam Menanamkan Nilai-nilai Pancasila kepada Anak-anak

31 Mei 2023   10:14 Diperbarui: 2 Juni 2023   02:17 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perilaku yang mencerminkan Pancasila sila kedua di sekolah (KOMPAS.com/Gischa Prameswari)

Ilustrasi perilaku yang mencerminkan Pancasila sila kedua di sekolah (KOMPAS.com/Gischa Prameswari)

Orangtua dan guru perlu punya metode dan pendekatan sendiri yang kreatif dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak baik itu di rumah, maupun di sekolah | Ino Sigaze.

Sorotan topik pilihan Kompasiana kali ini benar-benar menyengat akal dan hati. Sudah saatnya masyarakat Indonesia diajak untuk memiliki semangat yang sama dalam mewariskan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak.

Tulisan ini berfokus pada perspektif terkait cara menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak. Ada 3 pendekatan yang perlu diperjelas terkait proyek menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak:

1. Orangtua dan nilai Ketuhanan

Cita-cita bersama bangsa ini tentu saja agar anak-anak bangsa ini mengenal nilai-nilai Pancasila. Nah, bagaimana caranya agar anak-anak sejak dini dapat mengenal nilai-nilai Pancasila?

Orangtua yang sukses dalam mendidik anak-anaknya mengenal nilai-nilai Pancasila adalah orangtua yang juga mengenal nilai-nilai Pancasila.

Mustahil bagi orangtua yang sama sekali tidak mengenal nilai-nilai Pancasila untuk dapat mengajarkannya kepada anak-anak mereka.

Bagaimana cara orangtua menanamkan nilai Ketuhanan yang Mahaesa? Iklim kehidupan bersama masyarakat Indonesia sudah dengan sendirinya membentuk cara berpikir bukan hanya bagi orangtua, tetapi juga bagi anak-anak.

3 pendekatan menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada Anak | Ilustrasi diambil dari inews.id
3 pendekatan menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada Anak | Ilustrasi diambil dari inews.id

Masyarakat yang berbeda agama dapat hidup berdampingan sebagai tetangga. Nah, konsep kebersamaan sebagai tetangga menjadi potensi yang besar bagi anak-anak untuk belajar mengenal nilai-nilai Pancasila.

Misalnya, orangtua tidak boleh melarang anak-anaknya bermain di rumah dan halaman tetangga yang beragama lain. Orangtua perlu menjelaskan kepada mereka bahwa semua orang adalah saudara.

Saya juga pernah mengalami pengalaman seperti itu. Kami dapat makan bersama di rumah saudara yang beragama berbeda. 

Salah satu peran yang sangat penting yang harus dijelaskan oleh orangtua adalah bahwa setiap agama memiliki kebenarannya sendiri dan Tuhan kita semua hanya satu.

Apakah orangtua dapat mengajarkan nilai-nilai ketuhanan itu dalam kehidupan sehari-hari kepada anak-anak mereka? 

Persoalannya, jika orangtua itu sendiri tidak memahami nilai-nilai Pancasila, maka yang diajarkan kepada anak-anak mungkin hanya larangan seperti jangan ini dan itu karena haram, najis, dan sebagainya.

2. Guru di sekolah dan nilai keadilan

Peran penting dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak tentu saja dimiliki oleh guru-guru di sekolah. Potensi peran guru dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila sangat strategis.

Guru tentu saja dianggap lebih memahami tentang Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Saya teringat akan guru-guru zaman dulu yang memiliki spesialisasi bidang pengajaran yang jelas dan tegas.

Ada guru agama, guru matematika, guru pendidikan moral Pancasila (PMP), dan lain sebagainya. Keuntungan dari spesialisasi dalam bidang pengajaran ini tentu saja terkait dengan penguasaan materi pendidikan.

Tanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila secara definitif menjadi tanggung jawab guru PMP, namun konsep umumnya adalah bahwa semua guru memiliki pemahaman yang baik tentang pendidikan moral.

Oleh karena itu, peran guru tidak dapat diragukan lagi dalam mengajarkan nilai-nilai Pancasila. Secara umum, orang mengenal istilah "pembinaan".

Momen pembinaan ini hampir setiap pagi terjadi, di mana guru-guru memberikan pengarahan dan penekanan terkait nilai-nilai Pancasila, baik di depan kelas maupun dalam ruang kelas.

Itu adalah pengalaman saya ketika duduk di sekolah dasar (SD) dulu. Bahkan, guru-guru saya dengan tegas menyatakan bahwa di sekolah tidak ada perbedaan status, apakah anak guru, anak petani, dan sebagainya, semuanya sama.

Namun, saya pernah merasa sangat kecewa saat itu, karena merasa tidak adil. Pasalnya, ada guru-guru yang jika berkunjung ke rumah, ibu saya menyiapkan makanan yang enak, seperti hidangan daging ayam, telur rebus, dan lain sebagainya.

Namun, ketika saya membuat kesalahan di sekolah, anehnya guru tersebut seolah tidak mengenali saya dan seperti melupakan jasa ibu saya yang telah menyediakan makanan enak tersebut.

Dulu saya pernah mengatakan kepada ibu bahwa lain kali jangan beri daging ayam, tapi cukup beri sayuran biasa saja. Alasannya adalah guru tersebut kejam di sekolah.

Waktu itu saya belum mengerti apa itu keadilan. Ternyata guru tersebut memahami dengan baik konsep keadilan, bahwa keadilan tidak dapat dibeli dengan makanan enak. Keadilan tidak dapat disogok.

Oleh karena prinsip keadilan tersebut, saya tidak dapat diperlakukan secara khusus di sekolah. Yang menarik adalah hal-hal konkret seperti itu bahkan dijelaskan kembali oleh guru di sekolah.

Katanya, "Oh, jangan berpikir bahwa saya akan memihak, karena orangtuamu baik dengan saya. Jangan harap. Kamu semua di sekolah ini sama, yaitu anak didik."

3. Sepak bola dan nilai musyawarah mufakat

Nilai-nilai Pancasila tidak hanya diajarkan oleh orangtua di rumah dan guru di sekolah. Hal ini dikarenakan ada jenis-jenis nilai Pancasila yang dipelajari melalui interaksi sosial dan permainan.

Sebagai contoh, nilai musyawarah mufakat umumnya dipelajari oleh anak-anak saat bermain sepak bola. Perhatikan dalam ritme pertandingan, terdapat momen di mana mereka saling berjabatan tangan membentuk lingkaran dan mengucapkan semboyan tertentu.

Tidak hanya itu, ada juga momen di mana mereka berdiskusi bersama untuk merencanakan strategi tim mereka. Sebenarnya, nilai-nilai Pancasila sudah bisa dipelajari oleh anak-anak sendiri.

Bagaimana peran guru dalam hal ini? Tentu saja akan menjadi sangat menarik dan efektif jika setelah pertandingan terdapat pengarahan terkait nilai-nilai yang berhasil ditemukan di lapangan.

Saya pernah melakukannya pada masa pastoral tahun 2006, di mana hampir setiap pertandingan sepak bola di tingkat kecamatan diakhiri dengan pengarahan terkait nilai-nilai tersebut.

Melalui metode sederhana tersebut, anak-anak sekolah mengerti bahwa hal-hal spontan yang terjadi di lapangan sebenarnya terkait dengan nilai-nilai Pancasila.

Guru dalam hal ini perlu menjadi kreatif dalam menjelaskan hubungan antara aksi spontan tersebut dan refleksi nilai-nilai Pancasila. Apakah guru memiliki kepekaan seperti itu?

Saya yakin masih banyak cara kreatif yang bisa dilakukan oleh orangtua di rumah dan guru di sekolah dalam mencapai cita-cita bersama dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Nilai-nilai Pancasila tidak harus ditanamkan dan diajarkan hanya di dalam ruangan sekolah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan lingkungan permainan anak-anak.

Salam berbagi, ino.31.05.2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun