Pengalaman hari ini mengajarkan saya untuk menulis tentang peran ibu bagi anak laki-laki di bulan Ramadhan | Ino Sigaze.
Perjalanan ke Frankfurt yang semula hanya sekedar untuk menikmati matahari, perlahan berubah takkala saya melihat seorang ibu bersama putranya duduk di depan saya sambil berdiskusi.Â
Mula-mula keduanya berdiskusi soal rencana perjalanan mereka. Seorang ibu sesekali menawarkan kemungkinan-kemungkinan yang menyenangkan.Â
Ya, bisa taman kota, bisa ke Kino, bisa juga pantai, lalu mampir makan di restoran.Â
Saya nikmati saja kisah sang ibu bersama putranya. Demikian juga putranya sambil berpikir-pikir kemana tempat yang cocok saat matahari cerah.
Katanya, "Ayo kita jalan-jalan ke Museum saja yuk." "Na ya...kayaknya terlalu jauh, nanti kamu kecapekan", kata ibunya.Â
selain pembicaraan mereka yang bisa saya dengar, saya juga bisa melihat mimik keduanya.
Anak mungkin sudah besar, tapi tampak mendengarkan sekali saat ibunya bicara. Lalu, sang ibu menggenggam tangannya.Â
Sang putra mula-mula mengukur besar telapak tangannya dengan ibunya, katanya lucu, "Ma...tinggal sedikit saja lho, telapak tanganku sebesar telapak tangan ibu."
Ibunya sambil menatapnya dan tertawa, "Ah idemu aneh-aneh saja seh." "Nih, coba lihat kalau ma nggak percaya," katanya lagi.
Keduanya tidak lanjut membicara kemana arah mereka pergi, tetapi keduanya terlena dengan permainan ringan yang ditemukan putranya.