Toleransi itu seperti sebuah jembatan. Setiap hari dilalui, dipakai oleh siapa saja tanpa harus menunjukkan identitas.
Ia menjadi penghubung antara saya dan kamu, baik yang sudah saling kenal, maupun dengan orang lainnya.
Kita akan menjadi satu di atasnya sebagai manusia yang ingin berpindah, rindu berubah dan mencari yang baru.
Tak perlu banyak kritikan dari standar kelayakan kepercayaan pribadi.
Jembatan itu jalan umum yang mempersatukan semua, mempertemukan semua tanpa pisah-pisah identitas.
Jembatan toleransi pun demikian, tak pernah mengeluh ketika demonstrasi tuntutan sana dan sini.
Ia cuma seperti mendengar, mencoba mengerti dan memaklumi: dari mana kita semua tercipta?
Ia hanya mencoba memberi kekuatannya sampai manusia bisa mengatakan tentang dia sebagai aku yang di dalam yang lain.
Keluh, kesah, cacian, dibiarkan berlalu ditiup angin pagi, siang, senja dan malam hingga sendiri lelap dalam mimpi bergandengan tangan.
Damai kita ada di atas jembatan toleransi itu.
Bahagianya kita saat tiang-tiangnya tetap kokoh berdiri terjaga.
Keutuhannya hanya bisa terjaga ketika kita bisa mengalahkan keinginan diri.
Usianya hanya bisa panjang kalau kita bisa saling memaafkan.
Ia bisa menjadi tetap kokoh berdiri, saat kita tidak berlebihan kata bual dan benci.
Salam berbagi, ino, 26.03.2023.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI