Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ada 4 Alasan terkait Larangan Thrifting

21 Maret 2023   02:27 Diperbarui: 22 Maret 2023   17:30 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi pusat pakaian bekas impor (thrifting) di lantai 2 Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).| ANTARA/Mentari Dwi Gayati

Hitunglah konsekuensi dari kebijakan larangan thrifting, apakah menguntungkan secara ekonomi negeri ini atau sebaliknya?

Tidak bisa dibayangkan ternyata minat seseorang mencari dan berbelanja barang bekas semakin tinggi, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. 

Thrifting telah menjadi tren umum yang dari waktu ke waktu tidak pernah berkurang peminatnya. Keseruan thrifting ini lebih-lebih terkait dengan jenis pakaian.

Fenomena itu bukan saja menarik untuk orang-orang di kota besar, tapi juga minat yang sama sampai ke desa-desa. 

Bayangan saya tentang Flores sebagai yang paling jauh dari jangkauan kota besar, tapi ternyata mengenal juga dunia pakaian "rombengan".

Rombengan atau RB dikenal di kalangan masyarakat di Flores. Ada jenis rombengan yang di jual di pasar, di pinggir jalan, di rumah-rumah.

Cukup sering ditemukan penjual rombengan yang menggunakan sepeda motor sampai ke pedalaman Flores. Ini suatu kenyataan bahwa thrifting diminati hampir merata di seluruh Indonesia. 

Nah, kalau diminati oleh begitu banyak orang, maka pertanyaannya: Apakah mungkin ada larangan impor barang-barang bekas, khususnya pakaian bekas?

Ada beberapa pertimbangan dan analisis terkait dengan larangan impor:

Larangan dari pihak pemerintah tentu punya alasan positif

Ada dua alasan:

Pertama, larangan impor itu akan menguntungkan pihak perusahan pakaian dalam negeri. Terkait sisi keuntungan perusahaan tanah air, maka kita perlu mengapresiasi kebijakan ini.

Jika perhatian dan minat masyarakat sungguh terarah kepada produk dalam negeri, maka berapa pemasukan yang bisa menjadi keuntungan di pihak kita sendiri.

Kedua, target dari kebijakan larangan impor pakaian bekas berkaitan dengan pertimbangan perputaran keuangan akan berlangsung di tanah air dan bukan di luar negeri.

Ada 4 alasan terkait larangan thrifting | Dokumen diambil dari: rw-secondhand.de
Ada 4 alasan terkait larangan thrifting | Dokumen diambil dari: rw-secondhand.de

Larangan impor akan menuai kritik dan polemik

Ada dua alasan:

Ketiga, daya beli masyarakat kebanyakan pasti menjangkau jenis thrifting dan bukan barang baru. 

Bagi sebagian orang yang tingkat ekonominya standar atau bahkan rendah, maka prinsip mereka tentunya thrifting boleh-boleh saja, asal tetap saja bersih dan murah.

Keempat, larangan impor itu sama dengan kebijakan PHK kepada sebagian besar orang yang selama ini hidup dari menjual thrifting. 

Bagaimana mereka yang selama ini telah menjadikan penjualan thrifting sebagai suatu mata pencaharian?

Oleh karena dua pertimbangan di atas, maka pemerintah perlu mempertimbangkan lagi terkait beberapa pertanyaan ini:

1. Apa alasan mendasar pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan impor?

2. Apakah kenyataan menerima impor pakaian bekas itu jauh lebih merugikan masyarakat Indonesia?

3. Apakah ada kajian yang merujuk pada kebijakan pelarangan impor?

Tiga pertanyaaan itu hanya bisa dijawab oleh pengambil kebijakan. Pada prinsipnya setiap kebijakan pasti punya konsekuensinya. 

Oleh karena itu, konsekuensi dari pilihan mana yang jauh lebih kecil bagi ekonomi bangsa dan masyarakat Indonesia.

Seandainya pelarangan impor itu karena kualitas jenis barang bekas yang buruk dan juga alasan higienis lainnya, maka bisa saja dicarikan solusinya.

Akan tetapi, andaikan dampak dari impor itu jauh lebih merugikan bangsa dan negara baik itu dari segi ekonomi dalam negeri, kesehatan dan kualitas barang, maka mau tidak mau masyarakat Indonesia perlu belajar menerima itu.

Menerima kebijakan pelarangan impor pakaian bekas, tentu saja bukan berarti melarang penjualan pakaian bekas. 

Bisa saja, kebijakan pemerintah itu untuk mengalihkan fokus pembelanjaan di dalam negeri.

Artinya, orang tidak perlu impor, tetapi membeli barang-barang bekas atau pakaian bekas dan yang namanya cuci gudang dari perusahan pakaian di dalam negeri.

Jika kemungkinan seperti itu ada, maka saya yakin bahwa kebijakan larangan impor itu sangat menguntungkan ekonomi bangsa ini.

Meskipun demikian, supaya distribusi penjualan barang-barang bekas itu saling menguntungkan, maka pihak pertama perlu mempertimbangan beberapa hal ini:

1. Barang bekas atau pakaian bekas harus disortir lebih dulu, sekurang-kurangnya memenuhi kriteria masih layak pakai.

2. Sistem penjualan dengan bungkusan karung, mungkin perlu dipertimbangkan lagi, karena cukup sering ditemukan jenis pakaian yang sudah rusak dan tidak bisa dijual.

3. Transparansi terkait kualitas dan kebersihan barang bekas perlu menjadi perhatian.

Sedangkan bagi pihak kedua sebagai penerima dan pembeli, perlu juga memerhatikan beberapa hal ini:

1. Jaminan kebersihan pakaian bekas harus menjadi perhatian utama. Pakaian bekas yang dibeli tidak boleh langsung dipakai. Trik sederhana yang biasa dilakukan masyarakat di kampung saya adalah dengan merendam 30 menit dengan menggunakan air panas 100 derajat celcius.

2. Menaruh zat pewangi seperti jenis molto

3. Menjemur sampai benar-benar kering

4. Menyetrika sebelum digunakan.

Proses-proses sederhana itu sangat penting dan efektif memberikan rasa nyaman ketika mengenakan pakaian bekas.

Salam berbagi, ino, 21.03.2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun