Pertama, larangan impor itu akan menguntungkan pihak perusahan pakaian dalam negeri. Terkait sisi keuntungan perusahaan tanah air, maka kita perlu mengapresiasi kebijakan ini.
Jika perhatian dan minat masyarakat sungguh terarah kepada produk dalam negeri, maka berapa pemasukan yang bisa menjadi keuntungan di pihak kita sendiri.
Kedua, target dari kebijakan larangan impor pakaian bekas berkaitan dengan pertimbangan perputaran keuangan akan berlangsung di tanah air dan bukan di luar negeri.
Larangan impor akan menuai kritik dan polemik
Ada dua alasan:
Ketiga, daya beli masyarakat kebanyakan pasti menjangkau jenis thrifting dan bukan barang baru.Â
Bagi sebagian orang yang tingkat ekonominya standar atau bahkan rendah, maka prinsip mereka tentunya thrifting boleh-boleh saja, asal tetap saja bersih dan murah.
Keempat, larangan impor itu sama dengan kebijakan PHK kepada sebagian besar orang yang selama ini hidup dari menjual thrifting.Â
Bagaimana mereka yang selama ini telah menjadikan penjualan thrifting sebagai suatu mata pencaharian?
Oleh karena dua pertimbangan di atas, maka pemerintah perlu mempertimbangkan lagi terkait beberapa pertanyaan ini:
1. Apa alasan mendasar pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan impor?
2. Apakah kenyataan menerima impor pakaian bekas itu jauh lebih merugikan masyarakat Indonesia?
3. Apakah ada kajian yang merujuk pada kebijakan pelarangan impor?