Keindahan pantai Nangapanda seakan hasil karya lukisan pelukis ternama. Ternyata itu bukan lukisan. Di sana itu lukisan hidup dari Pencipta yang jarang ditatap oleh mata dunia.
Mungkin ini saatnya, dunia memandangnya dari dekat, bahkan tanpa lensa pembesar yang mahal. Perpaduan unsur alam yang beragam sering membuat orang menyimpan kenangan dalam satu bingkai kecil dalam relung waktu yang pernah dinikmatinya.
Hempasan gelombang penuh dinamika, berulang, tetapi tidak pernah sama.Â
Hempasan buih putih yang bergelombang menjadi lukisan alam sesaat di atas hamparan pasir hitam.Â
Buih putih yang sesekali menyapu batu-batu yang terlempar tidak teratur itu menjadi satu panorama abstrak yang berdimensi ganda, tak hanya indah, tapi juga hidup dan terus berubah.
Berada di sana seakan hadir dalam satu ruang imajinasi filosofis Heraclitus dengan cakrawala perspektif tentang "Pantharei", semuanya mengalir atau semuanya berubah.
Pantai dengan bias cakrawala keberagaman yang berpadu dalam satu bingkai sudut pandang (Sichtweisen) tentang filosofi hidup yang terus berubah memang pantas jadi kenangan.
Ya, kenangan gratis untuk para wisatawan yang menjelajah pesisir pantai dari Labuan Bajo sampai ke Larantuka. Itulah bentangan pantai Flores yang belum semuanya terpublikasi secara luas.
Langkah perubahan semakin jelas, ketika potensi wisata sebagai peluang ekonomi dibaca penduduk setempat.Â
Apalagi, wilayah Nangapanda punya cerita penghasil Ipu dan ikan-ikan merah yang diolah dengan masakan khas kuah asam pedas dan lawar bunga pepaya.