3. Persaingan kepentingan untuk langkah berikutnya
Harmonisasi hubungan antara pimpinan dan wakil di tingkat daerah terasa sering menjadi rawan ketika masa-masa akhir dari jabatan mereka.Â
Entah karena apa, yang jelas bahwa kemungkinan prediksi terkait persaingan kepentingan antara keduanya. Tidak ada bupati dan wakil bupati yang hanya menginginkan satu periode saja.
Artinya pada tahun terakhir dari masa jabatan mereka, sebenarnya sudah otomatis perasaan hati keduanya sudah terarah ke depan.Â
Sukses berikutnya sudah dipikirkan mulai dari sekarang dan bisa saja dari pengalaman koalisi di periode yang sekarang keduanya sudah menemukan titik lemah dari keduanya dan sudah menjadi tidak mungkin untuk lanjut di periode kedua dengan posisi yang sama.
Wakil pasti punya kepentingan akan menjadi pimpinan, demikian juga yang pernah berada di puncak, gak mungkin mau menjadi wakil untuk periode selanjutnya.
Nah, dalam konteks perhitungan seperti itulah, keduanya sudah tidak bisa lagi bisa berdamai secara psikis. Terasa bahwa keduanya sudah membuat perhitungan untuk langkah politik selanjutnya.
Bahkan kedua bisa saling merasakan ada perhitungan itu dan pada saat yang sama keduanya tidak sanggup untuk membicarakan itu secara terbuka.
Koalisi akhirnya hanya menjadi pintu masuk untuk menikmati periode pertama, selanjutnya ayo kita bermain lagi dan bertarung di kesempatan berikutnya.
Tiga kemungkinan alasan itulah yang menurut saya paling kuat dan berpengaruh retaknya harmonisasi antara wakil dan bupati di suatu daerah.
Ya, tentu saja ada faktor-faktor lainnya, seperti kemungkinan miskomunikasi dan hal-hal lainnya, tetapi paling mendasarkan berkaitan dengan konteks jabatan politik, ketidakjelasan berkaitan dengan job description dan persaingan kepentingan untuk langkah politik selanjutnya.