Datang kepada keheningan lalu bisa menulis 10 menit itu pengalaman pertama untuk tidak membiarkan hari ini berlalu tanpa tulisan | Ino Sigaze.
Tepat jam 10.45 waktu Jerman terdengar suara pintu terbuka. Suara pertanda ada yang datang. Penasaran ingin tahu siapa, saya coba melihat ke arah pintu itu, terlihat seorang ibu dengan kursi roda datang ke kapela.
Ia berdiri di samping altar lalu menengadah ke arah sebelah kanan. Ia berdiri tegak, kedua tangannya memegang kursinya. Ibu itu terlihat begitu tenang dan damainya sendiri di kapela itu.
Dari ruangan sebelahnya, saya terus mengamati apa saja yang dilakukannya.
Tak terdengar suara. Ya, di dalam kapela itu begitu sunyi. Cuma dari kejauhan terdengar sirene panjang dari mobil pemadam kebakaran.
10 menit kemudian ia membubuhkan tanda imannya, lalu menunduk dengan sangat pelan. Ia pergi meninggalkan ruangan kapel itu.
Sambil menyiapkan bunga untuk perayaan besoknya, saya seperti sedang dikonfrontasi oleh kehadiran ibu itu.Â
Bukankah kenyataan itu menarik untuk saya refleksikan?
Mengapa ia datang ke kesunyian? Apakah ada hal yang sedang dihadapinya? Apakah itu adalah caranya yang mengajarkan saya supaya jangan lupa menyisihkan waktu 10 menit untuk mengarahkan hati kepada Tuhan?
Semua pertanyaan bisa saya ajukan, namun semuanya tanpa ada jawaban. Ia telah pergi dan saya seorang diri di dalam ruangan tua itu.
Bunga sudah saya tata di atas meja altar dan saya ingin mengambil waktu 10 menit untuk hening sendiri di kursi paling belakang.
Apakah hening 10 menit itu menjadi kerinduan banyak orang? Apakah cuma orangtua saja yang membutuhkannya? Atau orang sakit saja yang merasa urgen buatnya?
Saya berhenti bertanya, lalu pejamkan mata merasakan keheningan dan kesunyian 10 menit.
Keheningan 10 menit berlalu, muncul gagasan apakah tidak menarik, jika saya menulis tentang hal itu?
Sambil duduk di belakang kapel saya coba menulis kisah itu semua.
Ya, sebuah kisah 10 menit melihat seorang ibu yang mencari keheningan. Kisah sepuluh menit berjumpa dengan seorang ibu di kapela yang tidak berkata apa-apa.Â
Kisah 10 menit perjumpaan dengan kenyataan lain yang tidak pernah saya duga.
Apa artinya 10 menit dalam hidup saya?Â
Apakah saya bisa menyisihkan waktu 10 menit untuk orang lain?Â
Apakah saya bisa menyediakan waktu 10 menit untuk mendengarkan cerita orang lain?
Apakah saya bisa punya waktu 10 menit menatap ke langit untuk melihat keagungan ciptaan ini?Â
Apakah saya bisa menolong orang lain dalam waktu 10 menit?Â
Apakah saya bisa punya waktu 10 menit untuk berdoa bagi yang tertimpa bencana di Turki dan Surya?
Ternyata saya juga sudah punya waktu untuk menulis kisah ini selama 10 menit.
Ini pelajaran terbaru dalam hidup saya tentang 10 menit belajar menyimpan kenangan melalui sebuah tulisan.
10 menit ternyata saya butuhkan untuk membaca ulang dan mengoreksinya. Ya, menulis itu ternyata lebih sulit dari melihat orang lain yang sedang mencari keheningan 10 menit di tempat yang sunyi.
Demikian juga mengoreksi diri selama 10 menit itu juga sangat berarti daripada membiarkan diri larut dalam kesukaan mengoreksi orang lain.
Mengoreksi kembali tulisan selama 10 menit itu adalah cara yang baik untuk meredam keinginan cepat-cepat melihat hasil dan tanggapan orang lain.
Hidup ini mungkin akan menjadi semakin berarti, ketika dalam sehari orang punya waktu untuk menulis 10 menit tentang apa yang paling menarik dalam hidupnya hari ini.
Salam berbagi, ino, 12.02.2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H