Katakan seperti ini, sekolah menuntut anak-anak sekolah sebagai persyaratan kelulusan anak-anak di jenjang Sekolah Dasar (SD) harus membaca  20 buku cerita entah yang banyak gambarnya.
Pengontrolan minat baca itu bisa dilakukan melalui kerjasama dengan pegawai perpustakaan. Anak-anak sekolah perlu secara rutin memberikan laporan terkait, buku apa yang mereka baca, dari halaman berapa sampai halaman berapa, kapan dibacanya dan apa yang mereka suka dari bacaan itu.
Tentu saja sangat penting dalam hal ini, peran guru wali kelas untuk memperhatikan secara khusus minat baca anak-anak didiknya.Â
Guru wali kelas misalnya perlu mengumpulkan itu setiap akhir pekan dan membaca semua hasil karya anak didiknya.
Cara seperti ini akan sangat menolong guru yang juga mungkin kurang punya minat membaca buku. Dari tugasnya itu, maka dia mau tidak mau harus membaca tulisan anak didiknya. Hal seperti itu mesti datang dari seorang guru.Â
Guru yang baik dan bertanggung jawab mesti punya ketertarikan untuk mendukung anak-anak didiknya lebih maju dalam minat membaca.
Sistem yang sama berlanjut sampai ke tingkat selanjutnya, cuma dengan tuntutan yang berbeda, misalnya tingkat SMP harus membaca 30 buku dan mereka mulai diminta untuk menceritakan ulang apa yang mereka baca.
Dan di jenjang SMA harus membaca 40 buku. Dalam hal ini, siswa dari SD sampai ke SMA, dia sudah pernah membaca buku 70 judul buku.Â
Harapannya bahwa dari kebiasaan dan rutinitas membaca buku sebanyak 70 judul itu, tumbuh minat baca atau anak-anak remaja sudah menjadi terbiasa dengan membaca buku dan tidak bisa lagi tanpa membaca buku.
Jika anak didik bisa mencapai standar seperti itu, maka di jenjang perguruan tinggi, Â mereka sudah otomatis punya kemauan dan kemampuan itu.Â
Kemampuan apa lagi yang perlu dikembangkan di jenjang Universitas, ya bisa saja kemampuan menulis, dan lain sebagainya tentu saja sudah dimudahkan oleh karena kebiasaan membaca buku.
3. Bagaimana memajukan minat baca para guru?