Instrumen jiwa terdengar dalam sunyinya keheningan hari ini. Badai tidak datang, salju pun menyepi enggan turun menyapa bumi.
Gemersik daun tak lagi berbisik halus berirama hingga terdengar seperti instrumen di kampungku.
Daun bersentuhan, hingga riuh bagaikan instrumen yang benar-benar asing di telingaku.
Itu seindah kenangan di tahun lalu saat di kampung, di bawah teduhan dahan-dahan yang rimbun dan hijau.
Negeriku, alamku berpadu dalam ritme hidup hingga terdengar seperti instrumen jiwa.Â
Dia menggetarkan jiwa, membuka mata, menyentuh nalar, menyapa jari-jari dengan kata-kata, sampai ada kata, "kamu perlu menulisnya."
Instrumen jiwa datang dari alam hidup yang tidak biasa bersuara seperti layaknya manusia.
Tak ada protes, nyinyir, keluh dan kesah. Dia cuma serupa nada-nada asing yang terus mendekati kuping, pikiran dan hati.
Itu inspirasi yang meletup dalam hati dengan buih kata-kata hidup. Itu cinta yang mengubah jiwa tersenyum gembira hingga berdebar melukis kata-kata adab.
Itu suara dari keheningan alam yang tengah menggoda jiwa yang lara mencari dengan rindu tiada hentinya.
Kunamakan dia instrumen jiwa, karena terlalu berharga dan penuh rahasia di dalam jiwa alam ini.
Ia teman tak berwajah dalam setiap jejak hari-hari hidupku. Kapan kau diterima oleh yang lain?
Salam berbagi, ino, 29.01.2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H