Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Publik Mengkritik Paus Ultra-Konservatif, Tantangan Membangun Jembatan Antara Iman dan Akal Budi

2 Januari 2023   01:34 Diperbarui: 2 Januari 2023   01:37 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang dihadirkan justru berbanding terbalik, liberalisme dan relativisme dilawan dengan ultra-konservatif dengan rujukan setia pada tradisi. Gagasan-gagasan itu paling berpengaruh khususnya di Jerman. 

Bahkan Augsburger Allgemeine juga merilis kenyataan traumatis umat Protestan sampai dengan saat ini. Bagi Ratzinger, umat Protestan hanya sebagai komunitas gerejawi dan bukan sebagai gereja.

Logis dan terikat pada tradisi vs liberal sederhana

Selanjutnya di kalangan para teolog katolik mengenal Ratzinger sebagai penerus Wojtyla yang logis dengan bayangan liberal datang dari putera Argentina bernama Jorge Bergoglio yang sedang mencalonkan diri pada konklaf tahun 2005 sebagai lawan yang paling menjanjikan. 

Sayangnya pada saat itu, putera Argentina mengundurkan diri. Aksen teologis yang berbeda dari putera Jerman dan Argentina itu telah menuliskan narasi baru tentang kesinambungan teologis yang goyah, tapi penuh dinamika antara keduanya.

Tidak heran muncul logika di kalangan para teolog seperti ini, siapa yang ingin memahami Benediktus, maka harus mempelajari ajarannya. Dan siapa yang ingin memahami Paus Fransiskus, maka harus memahami gerak tubuh dan kata-kata sederhana yang sesuai dengan era digital.

Polemik terkait Paus benediktus XVI

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kekaguman pada Ratzinger sebagai teolog loyal pada tradisi hanya bertahan sampai pada perjalanan pastoral pertamanya pada tahun 2006. Setelah itu, skandal dan kontroversi menjadi ciri kepausannya. Kenyataan itu paling dirasakan di Jerman.

Pada tahun 2009, misalnya, kompromi tidak logis seputar pencabutan ekskomunikasi para uskup Lefebvre oleh Benediktus mengguncang Vatikan dan dunia - di antara para uskup tersebut adalah penyangkal Holocaust Richard Williamson. 

Pada tahun 2011, seruan mengejutkan Benediktus agar Gereja menjadi "Entweltlichung" atau "jauh dari duniawi" menjadi berita utama. 

Pada 2012, pelanggaran kepercayaan oleh pelayannya Paolo Gabriele, yang kemudian dikenal sebagai skandal "Vatileaks" dan mengejutkan Benediktus yang berusia 85 tahun pada saat itu. Dia memberikan ratusan dokumen dari mejanya dan menyerahkannya ke para wartawan. 

Demikian sorotan terkait Paus Benediktus XVI atau nama aslinya Ratzinger dalam nada yang tidak biasa dan mungkin mengejutkan kita. Kebenaran pantas dinyatakan untuk dipahami secara nalar.

Salam berbagi, ino, 1.1.2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun