Rekam jejak itu adalah kata idola saat orang bicara tentang pemimpin masa depan. Tapi, apakah cukup dengan rekam jejak untuk melangkah ke masa depan?
Pemimpin tidak hanya bicara, tapi bekerja hingga menjadi nyata dan terasa sampai ke masa depan. Tak cukup hanya janji-janji yang mudah bertebaran di musim pilkada, pilpres dan di musim suksesi yang memikat hati rakyat.
Rekam jejak tak cukup hanya berurusan dengan masa lalu, tak hanya cerita dan gambar dari orang-orang di barisan pendukung, tapi mesti membekas dalam hati untuk siapapun.
Rekam jejak  bicara hanya untuk acuan yang terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan masa depan. Semua tidak mungkin berulang persis seperti masa lalunya.
Komitmen, visi dan misi bisa menjadi taruhan tentang pemimpin yang punya wawasan masa depan. Masa depan tidak bisa dijawab dengan fakta elektabilitas sekarang.
 Survei dan data-data hanya memberi ruang tafsir untuk kemungkinan masa depan yang bisa menjadi nyata atau bisa sebaliknya.
Jangan cepat percaya hanya dengan rekam jejak, tapi percayalah pada kerja-kerja nyata yang masih membekas di hati rakyat.
Kata bisa dibaca kapan saja, janji bisa dinyatakan tidak relevan sesuai zaman yang terus berubah. Lalu, pada apa mesti berpijak?
Pada banjir dan bencana mesti kalian tanya: adakah dia datang menyapa dan berdiri di samping yang terlantar karena tidak punya rumah? Ada buah tangannya untuk yang lapar dan susah di sana?
Bukan untuk membangun jejak, supaya punya rekam jejak yang baik dan mempesona, tapi atas nama cinta dan persaudaraan.
Atas nama kita satu darah, satu bangsa dan satu rasa. Tataplah masa depan, lebih dari kegemaran mengukur seseorang hanya dari rekam jejak.
Salam berbagi, 10.12.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H