2. Matinya nalar bebas yang bisa secara tajam menyoroti fungsi dan peran pemerintah dan hal-hal lainnya, karena jangan sampai terjebak pasal baru KUHP.
3. Gairah para kreator konten bisa saja menjadi lesu.
Bagaimana dengan kehadiran oposisi pemerintah bersama buzzernya?
Perubahan KUHP ini berdampak sekali pada bahasa para oposisi pemerintah. Selama ini, oposisi sama dengan bisa maki-maki presiden, ya gimana? Negara mana yang Presidennya dimaki-maki?
Inti dari peran oposisi itu bukan hinaan dan cercaan yang menjatuhkan, tetapi sorotan kritis yang punya fungsi menjaga, mengarahkan kinerja pemerintah.
Dalam arus konsep seperti itu, kehadiran KUHP yang baru adalah sebuah afirmasi dari cara membangun peradaban bangsa ini.
Bangsa ini tidak boleh dikenal sebagai bangsa besar dengan jumlah konten kreator yang banyak tetapi tanpa tata krama, etika dan adab. Apa artinya kebebasan, kalau kebebasan itu hanya dipakai untuk merendahkan martabat orang lain?
Bangsa ini menjadi bangsa yang besar karena semua rakyatnya mampu menghormati sesamanya yang berbeda dan tidak menghina apa yang berbeda.
Memang kecemasan sebagian orang adalah kemungkinan adanya orang-orang yang kreatif terjebak ke dalam pasal-pasal itu. Tapi, jika kita dengan jujur tidak bermaksud menyerang dengan kata-kata yang keji, maka tidak mungkin begitu gambang orang diseret dengan pasal pelanggaran ini dan itu.
Cuma kalau terdengar berlebihan seperti kata-kata ini, “anjing kau, dll” Rasanya sangat tidak pantas untuk dikatakan kepada Presiden.
Dan tentu saja tidak mungkin kalau seorang jurnalis menulis bahwa “kerja presiden tidak becus, hanya suka pergi, dll, lalu dihukum, saya rasa itu tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi.