Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Penting Bantuan Tanpa Identitas, tapi Tepat Sasar?

2 Desember 2022   13:30 Diperbarui: 2 Desember 2022   13:35 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa penting bantuan tanpa identitas, tapi tepat sasar? | Dokumen pribadi oleh Ino

Bencana Cianjur tidak saja sekedar bencana kemanusiaan, tetapi juga bencana cara pikir yang terlalu mendewakan agama, sampai lupa akar kemanusiaan dan kepedulian nyata kepada mereka yang terdepak gempa | Ino Sigaze.

Bencana gempa Cianjur memang pantas jadi sorotan ajakan Kompasiana kali ini. Ada banyak sekali Artikel terkait Cianjur dengan sudut pandang yang berbeda-beda. 

Bahkan Cianjur menjadi polemik di wajah media Indonesia. Ada kesan bahwa orang tidak bisa dengan mudah memberikan bantuan kepada warga yang terdampak gempa Cianjur. 

Entahlah apa alasannya. Beberapa hari belakangan ini, saya tersiksa oleh pertanyaan yang spontan muncul: apakah tulisanmu bisa membantu warga Cianjur yang menderita kekurangan makan, pakaian dan lain sebagainya? 

Bantuan yang bisa diberikan oleh penulis bisa saja bantuan langsung material yang dibutuhkan, tapi juga bantuan gagasan dan pencerahan wawasan.”

Pikiran inilah yang mendorong saya untuk menulis tentang "bantuan tanpa identitas, tapi tepat sasar." 

Mengapa bisa ada gagasan tentang bantuan tanpa identitas, tapi tepat sasar?  Ada 2 hal yang penting diperhatikan dalam memberikan bantuan: 

1. Sikap batin pemberi yang ikhlas

Umumnya pemberi bantuan mengatakan bahwa kami memberi dengan ikhlas, tapi mereka tetap saja menunggu ucapan terima kasih. Itu kenyataan sosial masyarakat kita.

Bahkan dalam konteks zaman kita ini, pemberi itu menunggu berita di media sosial, apakah nama mereka disebut atau gak? Terdengar aneh sekali bukan? Ya, memang aneh, tapi itulah kenyataan manusia di dunia ini. 

Saya masih ingat beberapa tahun lalu, ketika ada bencana tanah longsor di Flores Timur. Saya pernah mengorganisir bantuan di Jerman. Lumayan sih terkumpul pada saat itu. 

Urusan pengiriman selesai, namun ternyata ketika sampai di Flores, ada pihak lain lagi yang menerima bantuan itu, lalu mengelolanya tanpa menyebut sedikitpun nama penyumbangnya dari Jerman. 

Waduh, kesal banget saya saat itu. Saya kesal karena terkait identitas pemberinya yang menjadi kabur dan hilang dalam perjalanan. 

Artinya penerima di tempat bencana merasa berterima kasih kepada pengantar bantuan, bahkan nama pengantar disebut, sedangkan pemberi sendiri tidak disebut. 

Sampai di sini gimana perasaan Anda? Saya benar-benar kesal, seakan-akan di tengah bantuan ini, ada pihak yang mencari pengakuan, tetapi juga saya bisa mengkritik diri saya mengapa ada kerinduan dari pemberi supaya namanya disebut.

Apa solusinya? 

Belajar dari pengalaman itu, saya sempat punya gagasan seperti ini. Sebisa mungkin pemberi bantuan bisa menyalurkan sendiri bantuannya kepada warga masyarakat yang terkena bencana. Namun, sayangnya pilihan ideal itu kadang tidak mungkin. 

Misalnya saya mencari dana sekitar 1000 euro, tapi biaya perjalanan ke Indonesia lebih dari 1000 euro, kan jadi aneh. Mendingan dikirim saja. Itulah sebabnya mengapa sangat ideal ada konsep tentang bantuan tanpa identitas, tapi tepat sasaran. 

Oleh karena itu, sebenarnya kita perlu punya kepercayaan dalam jaringan kerjasama untuk tujuan yang sama tanpa cari nama dan popularitas. 

2. Opsi keberpihakan sebaiknya tanpa identitas agama

Bukan soal sepele lagi kalau toh bantuan kemanusiaan, pada akhirnya membawa nama agama tertentu. Itulah anehnya dunia kehidupan kita. 

Namanya saja sudah "bantuan kemanusiaan" mengapa mesti ada lagi identitas agama di sana? Itulah kendala umumnya di Indonesia, sedikit-sedikit agama. 

Dari pengalaman Cianjur, masyarakat Indonesia mungkin perlu belajar lagi beberapa hal ini: 

1. Bantuan itu meski kecil, jika diberikan dengan ikhlas, maka pasti ada pahalanya. 

2. Bantuan kemanusiaan, sebaiknya jangan ada identitas keagamaan, jadi pemberi dan penyalur harus kritis menyeleksi istilah-istilah yang bersentuhan langsung dengan urusan agama. 

3. Untuk mendukung netralitas itu, orang perlu membuat tim bantuan dengan nama kemanusiaan dan juga bisa dilengkapi dengan tempat tertentu. Ya, sekali lagi, jika bantuan benar-benar ikhlas, tanpa identitas, lalu sampai pada sasaran, maka kita tidak akan punya persoalan. 

Contohnya, orang bisa saja membangun tenda pos pelayanan dengan nama"Pos pelayanan bencana Cianjur dari orang Indonesia yang berada di Jerman." 

Oleh karena itu, kita membutuhkan sikap-sikap kritis yang perlu untuk menjaga kemurnian motivasi kita memberi dan juga untuk menjaga persaudaraan dan persatuan kita sebagai orang Indonesia. 

4. Hindari klaim dangkal dengan label isu seperti kristenisasi dan islamisasi

Bantuan kemanusiaan sering disalahartikan karena cara pandang yang sempit pada satu sisi, dan oleh karena provokasi pada sisi lainnya. 

Satu hal yang cukup sering dilupakan oleh kebanyakan orang adalah pihak yang terdampak itu tidak membutuhkan perdebatan, polemik, istilah-istilah, apalagi nama-nama agama. Pada prinsipnya mereka butuh hidup, makanan, pakaian dan butuh perlindungan.

Tapi juga, jika ada pilihan untuk pelayanan spiritual, maka harus dilakukan sesuai dengan kepercayaan orang setempat dan tidak boleh ada unsur paksaan. 

Akhirnya, ternyata menyalurkan bantuan saja itu tidak mudah. Orang perlu memperhatikan rambu-rambu kehidupan sosial di tengah masyarakat. Ya, perlu adanya jaringan kerjasama kemanusiaan yang ikhlas, jujur dan bertanggung jawab.

Salam berbagi, ino, 2.12.2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun