Tokoh kunci (Key figures) sedang dalam sorotan kerinduan publik saat ini, hembusan kode politik pun kini menuai tafsir. Menerka-nerka siapa yang pantas, tidak bisa lepas dari kebajikan intelektual yang melekat dari diri calon pemimpin | Ino Sigaze.Â
Sorotan panas topik pilihan Kompasiana kali ini persis ketika kancah politik Tanah Air tengah gonjang ganjing dengan multitafsir sekitar ucapan Presiden Joko Widodo pada 26 November 2022 di Gelora Bung Karno belum lama ini.
Ucapan Jokowi tentang calon pemimpin yang benar adalah pemimpin yang berambut putih dan dahinya kerut, disambut dengan riuh tepuk tangan ribuan relawannya.
Jagat perpolitikan Indonesia sekejap begitu heboh dengan ucapan itu, terutama fokus pada "rambut putih" dan "dahi yang mengkerut". Tidak hanya itu ucapan itu ditafsir begitu seru sebagai kode politik Jokowi.
Dinding media sosial pun ramai-ramai bagaikan pantun balasan menanggapi kode politik itu. Ada postingan-postingan rambut putih dan dahi yang mengkerut yang berbanding terbalik dengan dahinya yang kinclong.
Saya mencermati itu dengan tenang sejak tanggal 26 November lalu, kemudian coba merefleksikan, apa sih arti dari kode-kode itu. Kode-kode itu sifatnya terbuka pada ragam tafsir.
Oleh karena itu, semua tulisan yang berkaitan dengan "rambut putih dan dahi kerut"saat ini merupakan bagian dari cara penulis menerka atau juga menafsir kode politik Jokowi.
Karena itu, tulisan ini berusaha menafsirkan ucapan itu bukan merujuk pada nama-nama, tetapi pada karakter seorang pemimpin sebagai tokoh kunci (Key figures). Ada beberapa alasan orientasi tafsiran kode bukan dengan menyebut nama-nama orang:
1. Key figures sebagai these untuk keutuhan NKRI
Kode-kode politik Jokowi sebenarnya mengerahkan rakyat Indonesia ini untuk berpikir dan melihat lebih jeli terkait tokoh kunci yang bisa membawa Indonesia kepada kemajuan, perkembangan, kesejahteraan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pola ajakan untuk berpikir ini tidak bisa dikecilkan begitu gampang dengan menyebut nama tertentu. Kalau menurut saya sih sebaiknya kode politik Jokowi tetap saja sebagai kode yang mengajak rakyat menggunakan nalar waras.