Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pentingkah Mengupas Kesalahan Orang Lain?

23 November 2022   17:05 Diperbarui: 24 November 2022   03:12 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada posisi manusiawi yang lain, saya langsung berpikir, saya tunggu kalau ada kesalahannya, nanti saya akan tegur dia, tidak peduli dia lebih tua.

Itu benar-benar niat saya beberapa hari lalu, setelah pagi harinya dia menegur saya. Ternyata pada sore harinya, langsung telak sekali. Ada kegiatan bersama yang seharusnya dipimpin teman saya itu. Waktu tinggal 5 menit, semua orang sudah menunggunya.

Saya menelepon dia untuk memberitahunya, ternyata dia sudah nongol dan bertanya, siapa yang bertugas? Saya bilang, "sesuai jadwal, sepertinya Anda yang bertugas."

Dia seperti tidak percaya dan berusaha protes. Saya katakan sekali lagi, "sudahlah siap-siaplah sekarang dan saya membantumu untuk siapkan microphone dan lain sebagainya."

Setelah acara selesai, semestinya, waktu itu kesempatan indah buat saya untuk mengupas kesalahannya. Tapi, kenapa ya, rasanya sih gak tega. Pertama waktu melihat saya, dia sudah nervous. Saya lalu menyebut namanya, "Richard (bukan nama sebenarnya), alles wird gut," semua akan jadi baik.

Saya juga tidak sanggup untuk berdiri lama bersama dia, karena saya yakin pasti akan sangat mengganggu dia. Saya pergi dengan harapan biar dia tahu bahwa saya memahami perasaannya, dan menganggap itu semua sudah berlalu dan kita mulai baru sambil saling mengingatkan dan tidak saling mempermalukan.

Bagi saya momen seperti itu adalah momen pergulatan yang penuh arti. Cerita itu mengajarkan saya tentang hal ini:

1. Respek itu nilainya selalu lebih tinggi dari sekedar memuaskan amarah untuk balas dendam.

2. Meredam keinginan untuk mengupas kesalahan orang lain sama dengan memasukan diri ke dalam ruang penguasaan diri yang tenang.

3. Tidak terbawa emosi itu adalah pilihan bijak, karena sebenarnya Anda punya potensi untuk mengupasnya, tapi Anda tidak melakukan itu karena pertimbangan tidak mau menuruti perasaan sesaat.

4. Menulis itu adalah proses kedewasaan berpikir. Pilihan mengupas kesalahan orang lain, baik itu lisan maupun tulisan, tidak terlepas dari pertimbangan seberapa besar orang lain tetap dihargai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun