Cianjur....namamu disebut kala dunia sedang bertepuk ria menyambut bola dunia Qatar 2022. Paradoks tak pernah terhapus dari wajah bumi kita.
Cianjur jadi ambruk oleh amukan tak berwajah tapi bernama Gempa. Gerakan bumi yang muncul tidak teratur itu telah merobek ketenangan.
Cianjur dibalut puing-puing kehancuran, duka dan kehilangan.
Orang-orang mungkin bertanya tidak masuk akal, dosa dan salah apa? Tidak....tidak perlu ajukan itu. Cianjur cuma butuh bantuan-bantuan nyata dan uluran doa.
Getaran bumi itu bagaikan hantu mengusik hidup. Bumi, mengapa amarahmu memisahkan kami dari rumah dan saudara-saudari kami sendiri?
Tidak adakah cara lain, yang bisa engkau katakan kepada kami sebelum amarahmu meledak-ledak? Cianjur bagaikan musuhmu yang remuk, disana cuma ada histeri dan jeritan keluh.
Aku hanya bisa terdiam....diam....dalam hening ketidakberdayaanku.
Siapakah aku? Aku tidak mungkin bisa mengubah gerakan bumi, apalagi meredam amarahnya itu. Hening...terpekur sendiri....bisu...tertawan duka bersama saudara-saudariku di Cianjur.
Oh betapa tak berdayanya manusia itu. Manusia lemah yang hidup dan menginjak bumi, namun tak sanggup bendung deru amarahnya sesekali waktu.
Hening...itu saat indah menemukan kehampaan bumi.
Hening....saat teduh kembali ke pusara ketidakberdayaan manusia penghuni bumi.
Hening....saat hati terbuka untuk yang lain.
Hening....saat cinta itu larut dalam waktu. Saat hati terbuka dan dilebur dalam empati yang kosong.
Heningku untuk Cianjur, tersisa torehan kata hening yang hampa dengan doa dari tangan hampa.
Wahai saudara-saudaraku di Cianjur, mari mekarlah dalam hening harapanmu.
Mari hening untuk Cianjur di saat-saat kita sibuk.
Salam berbagi, ino, 22.11.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H