Manajemen apapun dalam kerumunan itu selalu penting dan hal yang tidak terlupakan adalah bahwa orang perlu mendengarkan kata hatinya (Gewissen).
Tema tentang kerumunan sorotan Kompasiana itu sebenarnya baru menjadi tema yang ramai dibicarakan belakangan ini. Pemicu terangkatnya tema kerumunan menjadi penting karena latar bahaya dari kerumunan itu telah menjadi kenyataan.
Beberapa tragedi seperti di Kanjuruhan, Indonesia; di Korea Selatan dan di Jerman beberapa tahun silam pun menjadi bahan perbincangan publik. Ketika saya ingin menulis tentang kerumunan sekarang ini, tentu rasanya berbeda dengan pengalaman saya berada di kerumunan saat sebelum covid.
Sekarang kerumunan selalu diasosiasikan dengan bahaya. Bahaya yang bisa terjadi seperti ketika begitu banyak orang panik pada saat yang sama. Bisa saja orang saling menginjak karena setiap orang berusaha menyelamatkan dirinya.Â
Tentu saja lumrah, jika saat ini kesadaran tentang rasa takut berada di kerumunan menjadi begitu besar. Dugaan-dugaan tentang seribu kemungkinan bisa saja membuat orang sangat hati-hati berada di kerumunan.
Nah, sebelum saya mendengar beberapa tragedi saat ini, saya pernah berada di tengah kerumunan dan memang saya mewaspadai hal itu. Alasan sederhana saja yakni berangkat dari situasi nyata di mana saya berada.
Sampai dengan saat ini, hal yang membuat saya takut berada di kerumunan karena dua hal ini: pertama, karena peristiwa Silvesternacht di Köln, Jerman dan beberapa kasus bom bunuh diri di tengah orang banyak.
Saya masih ingat pada saat Johanes Fest tahun 2018, saya berada di tengah kerumunan di kota Mainz. Saat itu ada ribuan orang di pesisir sungai Rhein. Coba bayangkan panitia pesta telah menyiapkan tiga kapal yang secara khusus akan menembakkan kembang api dengan berbagai bentuk dan warna dari tengah sungai.
Dentuman musim yang menggelegar dan bervariasi, kadang meditatif, tetapi juga kadang erotis. Belum lagi di depan gedung DPR ada panggung Band yang suara musiknya sangat kencang dan begitu banyak orang menari di sana.
Saya coba menelusuri kerumanan itu dan merasakan betapa besarnya risiko di tengah kerumunan saat itu. Oleh karena itu ada beberapa prinsip yang saya  miliki saat itu:
1. Tidak boleh berdiri terlalu lama pada suatu tempat apalagi di tengah-tengah kerumunan