2. Pekerjaan rumah itu sebagai kesempatan bagi anak didik masuk ke dalam proses integrasi pemahaman yang benar
Pekerjaan rumah memang tidak disukai oleh kebanyakan siswa, hal itu bukan karena pekerjaan rumah itu tidak baik, tetapi lebih karena tekanan ingin bebas di rumah dari prinsip Kontinuität dalam belajar.Â
Ya, antara kebebasan di satu sisi dan tuntutan keberlanjutan belajar pada sisi yang lain perlu dicermati secara lebih kritis. Kebebasan belajar memang perlu dihargai, namun tidak berarti orang bebas dari tanggung jawab dalam mengasah diri secara terus-menerus.Â
Saya coba membayangkan arti dari tanpa pekerjaan rumah sama dengan di rumah dia tidak punya pekerjaan. Orang yang tidak punya pekerjaan sama dengan penganggur.Â
Kalau demikian, maka tanpa PR dalam arti tertentu, sebenarnya kebijakan itu membuka peluang baru kepada pengangguran. Mungkin berlebihan, tetapi bisa saja melalui kebijakan tanpa PR itu, anak didik akhirnya terbiasa dengan hidup tanpa punya pekerjaan.Â
Pendidikan sebenarnya adalah proses revolusi mental. Apa yang bisa dicapai kalau anak didik tidak terbiasa dengan pekerjaan di rumah?Â
Dari analisis seperti ini, saya berani berpandangan bahwa kualitas mental anak didik yang terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah mereka di rumah itu sangat berbeda dengan anak yang tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah.Â
Saya masih ingat pengalaman pribadi waktu SMA dulu. Melalui PR itu saya punya kesempatan untuk berpikir secara mandiri, bahkan saya bisa menemukan rumus matematika sendiri yang cepat dan benar dari segi hasilnya.Â
3. Pekerjaan Rumah itu adalah basis yang mendukung kreativitas berpikir anak didik
Dalam bahasa Jerman dikenal peribahasa ini, "Ãœbung macht den Meister" Atau latihan (pekerjaan rumah) yang menjadikan orang sang maestro yang sempurna. Nah, jika tanpa PR, maka apa yang bisa dibayangkan? Keahlian, kelihaian cara berpikir seseorang tidak akan terasah dengan baik, tanpa ada pekerjaan rumah dan latihan-latihan.Â