Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tetangga di Jerman, Bukan karena Jarak Fisik

17 Oktober 2022   04:24 Diperbarui: 17 Oktober 2022   19:35 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tetangga, bukan karena jarak fisik | Dokumen ilstrasi oleh Ino

Tetangga itu tidak boleh hanya soal jarak fisik, tetapi soal jarak hati kita. Di sana ada peduli, solidaritas, simpati, dan cinta dengan mereka yang dekat dengan kita.

Siapa saja yang hidup di tengah kota, pasti punya tetangga. Umumnya konsep tentang tetangga (Nachbarn) dimengerti sebagai mereka yang punya rumah dan tempat tinggal paling dekat. 

Konsep itu bisa saja dipahami meskipun rumah tempat tinggal seseorang dengan orang lainnya berbatasan dengan jalur jalan atau juga berbatasan dengan tembok pemisah.

Mereka adalah orang-orang di sekitar kita. Bisa dikatakan tetangga adalah orang yang paling dekat tempat tinggalnya. Kedekatan dari segi jarak rumah memang akan otomatis digambarkan bahwa kita adalah tetangga.

Namun, tetangga tidak otomatis bahwa kita bisa saling mengenal satu dengan yang lainnya, bisa saling pinjam dan gratisan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas soal keunikan hidup bertetangga di Jerman.

Ada 3 keunikan hidup bertetangga di Jerman:

1. Tetangga di Jerman tidak mengenal kata "pinjam"

Selama saya tinggal di Jerman, saya mengenal tetangga hanya satu keluarga dan satu orang lainnya. Mengapa begitu? Di Jerman tetangga-tetangga itu hanya bertegur sapa di jalan.

Konsep kehidupan sosial mereka yang berbeda. Kemandirian dalam semua hal. Oleh karena gagasan itu, maka jarang sekali ada istilah misalnya kita pinjam dulu sesuatu dari tetangga kita.

Kekurangan apa pun, di Jerman tidak ada istilah pinjam dari tetangga. Apa yang kurang dalam rumah tanggamu, harus dipenuhi sendiri dengan membelinya dan bukan dengan meminjam dari tetangga.

Tidak ada kata pinjam itu bisa jadi karena tetangga kita bukan anggota keluarga, tetapi juga bisa jadi karena prinsip kecukupan mereka dalam memenuhi semua kebutuhan rumah tangga mereka sendiri.

2. Tetangga itu punya urusannya sendiri, tanpa ada kata gratis

Tetangga di Jerman tidak pernah menjadi penganggur. Kecuali satu tetangga yang adalah orangtua yang sudah pensiun. Tetangga kami yang satu itu memang unik. Dia bisa rutin memberi kami roti yang dibuat secara khusus setiap hari Sabtu.

Ceritanya ternyata dia adalah sahabat baik dari seorang teman saya. Saat teman kita ini meninggal dunia, roti pun berhenti dikirimnya. Tetangga bisa mendatangkan rezeki kalau kita mengenalnya dengan baik.

Tetangga kami punya usaha sendiri. Ada yang punya tempat kursus montir, ada yang sebagai dokter gigi dan tempat praktiknya. Ada pula yang punya sekolah tari. Namun, jika urusan bisnis, tetangga tetap harus bayar.

Wajah dan nama mereka saya kenal, tetapi rumah mereka saya belum pernah masuk. Cuma mereka pernah datang ke rumah kami. Kami sering mengundang mereka dalam berbagai kegiatan, tetapi sekali lagi mereka punya urusan sendiri.

Kesulitan kontak sehingga menjadi lebih akrab dengan tetangga itu, karena semua punya pekerjaan dan punya kesibukannya sendiri. Tapi, selama ini kami selalu baik dengan tetangga.

3. Tetangga itu berkualitas waktu ada bencana

Rasa ketetanggaan kami muncul saat gudang tetangga kami pernah ada kebakaran. Pada saat itu, kami semua keluar rumah dan membantu mengangkat barang-barang yang dibuang dari atas lantai dua rumah mereka.

Kami membantu menatanya di pinggir jalan, sehingga tidak menghambat pejalan kaki lainnya. Nah, pada waktu itu, terasa bahwa di sana ada kualitas hidup sebagai tetangga. 

Di sana ada rasa simpati dan solidaritas. Pada saat itulah, kami menjadi punya banyak waktu untuk bercerita. Ya, bencana kadang membuat kita jadi akrab dengan tetangga.

Bencana kadang membuat kita mengerti apa artinya menjadi tetangga yang sebenarnya. Tetangga bukan soal jarak tempat tinggal paling dekat, tetapi pertama-tama soal jarak rasa hati kita dengan mereka yang susah.

Salam berbagi, ino, 17.10.2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun