Di Eropa, otomatis saya suka jalan kaki, karena beberapa alasan ini:
1. Suhunya yang sejuk
2. Tempatnya rata dan bersih
3. Lingkungannya aman
Tiga faktor itu, sebenarnya berbanding terbalik dengan apa yang ada di Indonesia umumnya. Dari situ, saya yakin kalau orang Eropa tahu bahwa di Indonesia punya risiko besar ketika berjalan kaki, maka sudah pasti tidak banyak yang jalan kaki.
Orang Eropa lebih memikirkan keselamatan, keamanan dan kesehatan dan bukan celaka. Tentu, prinsip ini sedikit berbeda dengan orang Indonesia, yang kadang mengenal ucapan "ada pasukan berani mati," maksudnya mereka kurang memperhitungkan keselamatan.Â
Kenyataan yang menarik dalam kajian saya terakhir adalah pada bulan Juni sampai pertengahan Juli 2022. Ketika Eropa dilanda panas sampai dengan 40 derajat Celcius, saya justru melihat teman-teman saya tidak lagi berjalan kaki, bahkan mereka jarang keluar rumah.
Ritme hidup mereka mulai berubah, karena mereka takut kepanasan. Dari pengamatan itu, saya sih lebih melihat hubungan kesukaan orang berjalan kaki itu terkait erat dengan suhu udara di suatu tempat.
Logisnya bahwa tidak sehat jika orang berjalan kaki ketika suhu udara berkisar dari 30 derajat dan selebihnya. Mana ada yang mau? Keringat luar biasa, panas membakar kulit dan wajah.
2. Faktor hubungan antara Jalan kaki dan budaya masyarakat tradisional
Dalam suatu kajian pribadi, saya akhirnya menyalahkan diri sendiri ketika suatu saat saya berusaha menyakinkan orang di kampung saya bahwa mereka tidak kritis. Pasalnya mereka paling tidak suka berjalan kaki.