Lebih dari pilihan hidup hemat, pilihan hidup saya menuntut untuk hidup miskin. Akan tetapi, apa artinya hidup miskin mungkin sulit dipahami dalam konteks global. Bahkan pilihan hidup itu akan menjadi paradoks dalam konteks hidup di Jerman.
Oleh karena itu, saya pikir lebih tepat dengan sebutan frugal living. Frugal living itu menjadikan seseorang hidup dalam kesadaran bahwa frugal living adalah pilihan hidup.
Ya, saya mau menjalani hidup hemat. Frugal living berarti menyadari keadaan cukup dan juga berani mengambil keputusan untuk membatasi kebutuhan yang tidak penting. Orang hidup dalam kesadaran, tidak berlebih-lebihan dan juga tidak merana.
4. Frugal living dipelajari dari sikap orang Jerman terhadap makanan
Frugal living bisa menjadi tema yang sangat menarik untuk melihat perbedaan sikap dan perlakuan orang Jerman dan orang Indonesia.
Orang Jerman saya menyisakan makanan mereka di piring, apalagi membuang makanan. Di beberapa daerah di Jerman ada aturan yang memberikan denda (Strafe) kepada orang-orang yang membuang bahan makanan.
Pengalaman saya dikunjungi orang-orang Indonesia dan makan di rumah makan di Jerman. Terkadang sangat memalukan, karena orang Indonesia, selalu saja menyisakan makanan mereka dan bahkan tanpa beban membuang makanan.
Tentu saja ada yang punya kebiasaan itu karena latar belakang budaya dan kepercayaan mereka. Namun, mereka lupa bahwa kebiasaan itu sudah tidak tepat di negara lain.
Dari cara menghargai makanan, dapat dilihat juga soal frugal living. Orang yang hidup hemat tentu saja mereka yang tidak gampang membuang bahan makanan.
Orang Jerman selalu menghitung siapa yang makan dan berapa kesanggupan setiap orang menghabiskan makanan. Dari perhitungan itulah, terlihat jelas sekali sikap hidup hemat  mereka.
Sekali lagi bukan pelit, tetapi mereka mau supaya bahan makanan itu tidak dibuang. Mengapa mentalitas mereka terbentuk seperti itu? Rupanya latar belakang kesulitan saat perang dunia I dan II telah membentuk mentalitas hidup mereka.