Pertengkaran pernah terjadi, hanya karena tidak tega melihat seorang ibu tua dengan banyak barang, di tahan satpam untuk membayar macam-macam tuntutan di bandara. Aksi serupa pungutan liar pada saat itu rupanya dianggap biasa.
Coba bayangkan mereka tidak tahu juga aturannya dan mengapa mereka melakukan itu lalu atas dasar apa. Perhatian, respek dan kemanusiaan rupanya menjadi taruhan berat di kota itu.
6. Kota karantina pertama dan kota senja dari lantai 22
Pada bulan Juli 2021 saat terpaksa kembali ke Indonesia untuk mengunjungi sang ibu yang sakit, kota Jakarta bagi saya kembali menaburkan satu kenangan pertama dalam hidup yang namanya karantina di lantai hotel ke 22.
Jakarta dinikmati suka atau tidak suka selama 8 hari. Delapan hari karantina terbenam dalam kamar dengan suasana tanpa udara dari luar jendela yang terbuka. Perut kembung, mual, dan rasa tidak enak berlangsung hingga meninggalkan kembali kota Jakarta.
Jakarta dari ketinggian itu, saya menyimpan kenangan tentang keindahan kota Jakarta saat senja.
Senja yang tidak pernah saya duga untuk di sisi barat Jakarta. Jakarta dengan panorama gedung pencakar angkasa ternyata menyibakan secercah cahaya senja yang sangat indah.
Senja di kota Jakarta disimpan dalam kenangan di lantai 22, ya karantina tanpa korona. Jakarta kota yang menyelamatkan saya dari serangan ganas korona saat itu.Â
Kota indah yang menghadiahkan wajah senja dan kesehatan di hotel 22. Jakarta yang tidak bisa dilupakan. Jakarta abadi dalam kenangan.
Oleh karena kota Jakarta itu penuh kenangan, maka saya mengucapkan selamat atas ulang tahunnya ke 496:Â
"Jakarta engkau pernah menjadi ibu dan bahkan tidak akan lagi menjadi ibu, tetapi tentang saat-saat engkau menjadi sang ibu, aku tidak akan melupakan kenangan bersamamu."Â
Keindahan bersamamu, wajahmu di saat senja adalah ibu dari sukacita, keberhasilan, dan kenanganku. Aku suka Jakarta tetap sebagai kota sejarah dan sastra. Dari keindahanmu dalam kenanganku saat itu, aku menulis kenangan itu.
Salam berbagi, ino, 23.06.2022.