Kembali ke alam bukan untuk mengeksploitasinya, tetapi untuk mengubah jadi hijau dan menghasilkan bahan makanan yang menopang ekonomi dan kesejahteraan manusia.
Sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina gema krisis ekonomi didengungkan tidak habis-habisnya. Gema krisis itu tidak hanya terdengar di Eropa, tetapi juga sampai di Asia, khususnya di Indonesia.
Presiden Jokowi sendiri pernah mengimbau kepada seluruhnya rakyat Indonesia tentang kemungkinan krisis ekonomi global itu dalam gagasannya tentang kemandirian pangan.
Secara sangat jelas Jokowi berbicara tentang ketidakpastian global yang bisa berdampak ke seluruh pelosok tanah air. Nah, apa yang bisa ditanggapi dari pernyataan dan gagasan Jokowi itu?
Dalam tulisan ini, saya coba memperlihatkan kreativitas petani desa Kerirea, Nangapanda, Ende, Flores, NTT yang dalam keterbatasan informasi mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kemandirian ekonomi rumah tangganya.
Bagaimana cara petani desa merealisasikan gagasan kemandirian ekonomi di tengah isu tentang ancaman krisis ekonomi global saat ini:
1. Pilihan untuk kembali ke alam
Bagi petani desa mungkin saja kembali ke alam itu bukan lagi sebagai pilihan alternatif, karena mau tidak mau kembali ke alam merupakan pilihan mereka satu-satunya.
Petani desa tidak bisa hidup tanpa kembali ke alam. Alam yang dimaksudkan di sini adalah lingkungan hidup mereka yang diwarnai dengan tumbuh-tumbuhan hijau, kelembaban udara, curah hujan, dan air yang cukup.
Kembali ke alam bisa saja diartikan dengan kembali bergumul dengan hutan, karena di sana mereka akan menemukan harapan untuk hidup dan kesejahteraan mereka.
Tidak heran bukan? Soalnya sederhana, di sana tidak ada pabrik dan lapangan pekerjaan lainnya, selain harus bergelut dengan segala sesuatu di hutan.