Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Teka-Teki Petani Kakao Flores

6 Mei 2022   18:49 Diperbarui: 7 Mei 2022   06:44 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teka-teki petani kakao Flores | Dokumentasi diambil dari FB Emilianus Rony

Sektor penghasilan kakao di Flores tetap bisa punya cerita sendiri. Flores punya kontur tanah yang bisa dikatakan cocok untuk sebagian besar tanaman pertanian. Tanah Flores merupakan tanah yang subur dan cocok untuk tanaman pangan.

Mulai dari tanaman padi, jagung, umbi-umbian, sampai pada tanaman umur panjang seperti kopi, kemiri, kakao, kelapa, cengkeh, vanili, merica, dan beberapa jenis tanaman lainnya tumbuh di sana.

Suatu keadaan alam yang sebenarnya sangat mendukung ekonomi para petani yang hidup di sana. Namun, kalau dilihat secara lebih konkret lagi, ternyata masyarakat Flores belum benar-benar menikmati kejayaan ekonomi dari hasil pertanian mereka sendiri.

Pertanyaannya mengapa petani Flores belum bisa punya penghasilan yang stabil? Dalam tulisan ini akan diuraikan bagaimana faktor penyebabnya. Ada beberapa sebab:

1. Petani Flores kurang fokus pada suatu bidang pertanian

Fokus pada suatu bidang usaha memang pada satu sisi akan berdampak baik sekali pada hasil dan juga kualitas. Sebagai contoh, baru-baru ini saya bertanya pada seorang teman sekolah tentang keadaan harga kakao di Ende dan Flores.

Saat ini kakao punya harga yang bagus, ya 33.000 per kilogram. Harga ini seingat saya sudah sangat mahal dibanding dengan tahun sebelumnya, yang sempat jatuh sampai 15.000 per kilogram.

Bagi mereka yang fokus pada usaha kebun kakao, musim panen kali ini bisa dikatakan musim "basah" karena sekali jual bisa saja jutaan rupiah.

Nah, itulah keuntungannya bahwa fokus pada satu bidang saja, namun tidak jarang pula bahwa petani yang fokus pada bidang kakao menjadi stres kalau tiba-tiba harga kakao itu jatuh begitu murah.

Ada kalanya saya mendengar cerita bahwa ketika harga kakao murah, beberapa petani mengalihkan perhatian mereka bukan lagi kepada kakao, tetapi pada kopi, cengkeh, kemiri dan lain sebagainya.

Sementara itu kakao langsung dilepaskan begitu saja, tanpa merawat dan membersihkannya. Dari kenyataan itu, terlihat sekali bahwa mental petani Flores rupanya cepat sekali down ketika ada perubahan harga yang tidak sesuai harapan mereka.

Dari kenyataan itu memang ada untung dan juga ruginya saat menjadi fokus hanya pada satu bidang usaha. Pada titik harga bagus, dia bisa menikmati pemasukan yang besar, sebaliknya jika harga jatuh, maka dia bisa sama sekali tidak punya pemasukan.

Teka-teki petani kakao Flores | Dokumentasi diambil dari FB Emilianus Rony
Teka-teki petani kakao Flores | Dokumentasi diambil dari FB Emilianus Rony

2. Petani Flores terlalu banyak bidang usahanya

Kenyataan menunjukkan bahwa masih sedikit sekali petani Flores yang hanya fokus pada satu bidang usaha, seperti hanya fokus pada bidang usaha kakao saja.

Umumnya petani Flores tidak memiliki konsep usaha tunggal. Kebanyakan adalah memiliki banyak kebun dan banyak bidang usahanya. Bisa saja hal ini karena para petani sendiri punya banyak lahan garapan.

Seorang petani di Flores bisa saja punya 5 bidang tanah. Satu bidang untuk tanaman kemiri, satu bidangnya untuk kakao, satu bidang untuk padi dan jagung, satu untuk cengkeh dan satu bidang untuk kopi atau untuk tanah pohon jati atau mahoni.

Oleh karena mereka harus bekerja sendiri, maka dalam setahun itu mereka harus merawat 5 bidang usaha itu tanpa tahu dengan pasti mana yang akan menjadi prioritas.

Terkadang semuanya berjalan tanpa punya rencana dan program yang direncanakan secara matang. Rencana mereka terkadang lebih ditentukan oleh keadaan pasar hari ini.

Pada musim harga kakao mahal, maka otomatis prioritas mereka beralih kepada kakao dan sebaliknya pada musim cengkeh itu mahal, maka perhatian mereka akan beralih ke tanaman cengkeh.

Tidak heran bahwa suasana bati petani sering dilanda kekecewaan. Mereka kecewa karena mereka tidak tahu dengan pasti kapan hasil dari usaha mereka itu menjadi mahal dan murah.

Tidak hanya itu, pada masa peralihan itu, terasa sekali bahwa para petani tengah merawat dan sedang menunggu panen, harga di pasar sudah berubah menjadi murah.

Teka-teki petani Flores

Nah, kebetulan sekali baru-baru ini ketika harga kakao mahal, sebagian petani kakao sudah siap memanen hasil kebun kakao mereka. Momen yang tepat seperti itu datang sangat jarang. 

Rupanya kepastian untuk mendapatkan momen istimewa yakni "harga mahal, hasil berlimpah" dicapai oleh karena kesabaran dan ketekunan petani sendiri untuk tetap fokus pada satu bidang.

Ya, gagal dan berhasil itu sudah menjadi kenyataan yang selalu bergantian. Kenyataan sukses semestinya bisa saja dicapai setiap tahunnya, jika beberapa hal ini perlu diperhitungkan:

1. Petani mestinya punya perhatian yang sama pada semua bidang usahanya kapanpun, entah pada saat mahal, maupun saat harganya murah.

2. Prediksi harga oleh petani mesti berdasarkan data dari tahun ke tahun. Persoalannya bahwa tidak ada seorang petani pun yang sudah menganalisis hal seperti itu dengan menggunakan data-data. 

3. Perhitungan terkait perubahan iklim dan strategi untuk mencegah gagal panen perlu diperhitungkan.

4. Akses informasi terkait usaha mereka masih terlalu terbatas. 

5. Penyuluhan pertanian yang intensif.

Belum adanya penyuluhan dan pendampingan yang intensif dari pihak pemerintah kepada petani di desa-desa. Ya, jika ada kerja sama yang baik antara pihak penyuluhan pertanian dan para petani, bahkan sampai pada sistem pemasaran hasil pertanian yang terjaga dengan baik, maka pastilah petani akan punya penghasilan yang stabil dan baik.

Musim panen saat ini di bulan Mei rupanya kolom teka-teki itu tepat sasar, petani kakao bersorak riang karena kakao punya harga yang bagus. Cuma petani sendiri tidak tahu sampai kapan tetap mahal atau semakin mahal. Harapan mereka tentunya akan tetap mahal.

Kakao, pohonnya tumbuh di Indonesia, makannya di Eropa

Terkadang cerita tentang kakao menarik untuk dibahas bersama teman-teman orang Jerman. Orang Jerman suka makan coklat. Ya, coklat Jerman sangat enak.

Di Jerman umumnya coklat di jual di mana-mana. Orang bisa saja dengan mudah membeli coklat dengan kualitas dan harga yang berbeda.

Setiap pagi hari bahwa di rumah kami ada tepung coklat untuk siapa saja yang suka minuman coklat. Belum lagi ada Nutella yang bisa dimakan bersama dengan roti lainnya.

Pokoknya coklat sudah menjadi makan sehari-hari orang Eropa. Namun, coba tanyakan apakah sudah pernah lihat pohon dan buah coklat?

Semuanya akan bengong, karena mereka tidak pernah lihat pohon dan buahnya. Saya pernah menceritakan bahwa pohon coklat itu bisa tumbuh dengan mudah di tanah Flores. Banyak petani Flores yang punya kebun kakao. 

Ada jenis kakao yang pohonnya bisa punya ketinggian beberapa meter, kurang lebih 2-3 meter, tapi ada juga yang pendek saja, tetapi buahnya lebat. Bahkan sebagian anak-anak suka sekali makan selaput buah kakao yang sangat manis.

Bagi orang Eropa, cerita tentang pohon kakao itu unik dan menarik, karena mereka tidak pernah melihat langsung pohonnya, sedangkan berbanding terbalik, bagi saya cerita yang menarik adalah makan coklat dengan rasa yang berbeda-beda.

Kapan Flores punya pabrik yang mengolah kakao menjadi coklat?

Pertanyaan ini lahir dari rasa aneh karena di negara yang tidak menanam pohon kakao, tetapi bisa makan coklat setiap hari, sedangkan yang menanam kakao tidak pernah makan coklat. Aneh bukan?

Kita menanam dan menjual biji kakao, lalu kita membeli coklat dengan harga yang sangat mahal. Mengapa kita tidak bisa sendiri mengubahnya?

Dari keanehan seperti itu, saya setuju sekali dengan gebrakan Presiden Jokowi yang memotivasi anak bangsa ini untuk memikirkan soal kemandirian pangan.

Jika kemandirian pangan itu bisa direalisasikan secara konkret sampai ke desa-desa, maka yang kita jual bukanlah buahnya, tetapi hasil produk jadi atau coklatnya. 

Oleh karena itu, saya pikir anak bangsa ini mesti mulai berpikir kapan Indonesia berubah statusnya bukan pengimpor, tetapi menjadi pengekspor coklat misalnya.

Demikian beberapa catatan tentang teka-teki petani kakao Flores yang terkadang tidak pasti dan stabil. Sampai kapan hasil komoditi masyarakat Flores menjadi diperhitungkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya sendiri? 

Tentu tidak terlepas dari peran pemerintah Provinsi NTT. Pada prinsipnya kestabilan harga komoditi masyarakat itu yang diharapkan oleh masyarakat di sana. Lebih dari itu, jika memungkinkan perlu adanya gerakan ke arah kemandirian ekspor jadi hasil usaha petani desa.

Salam berbagi, ino, 06.05.2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun