Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Perang Kata dan Senjata

2 Maret 2022   13:43 Diperbarui: 2 Maret 2022   14:07 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puisi perang kata-kata dan senjata | Dokumen diambil dari: lingkarkediri.pikiran-rakyat.com

Enam hari berlalu perang dan konflik Rusia-Ukraina tidak hanya menyemburkan amarah, tapi mengeluarkan darah. Perang senjata dan kepentingan negara. 

Perang perebutan wilayah yang tidak lagi mengindahkan kata-kata. Lobi, diplomasi seakan semuanya bual bersama kepulan dan dentuman senjata. 

Perang senjata berat belum kenal gencatan senjata, media-media angkat pena ikut berperang. Perang kata-kata pembelaan, pembelokan, penudingan, pengutukan, pemolesan berita. 

Perang kata-kata dari orang-orang yang tidak pernah melihat kecuali dari lanjutan berita media-media asing dari sana. Semuanya jadi gemar perang kata-kata. 

Perang kata ada di mana-mana. Perang kata paling laku di pasar informasi global yang aktual tentang perang senjata.

Semuanya tidak pernah takut dengan perang kata-kata. Tanpa diundang semua mau terlibat berperang dengan kata-kata. 

Kata perang ditulis berkali-kali di seantero dunia. Perang kata terus mengubah dan mengacak suasana hingga semua rasa melebur dalam dada. 

Perang kata anak zaman sekarang bermodalkan gambar-gambar tragis dan seram. Perang kata yang mempertebal garis trauma tentang perang senjata. 

Tapi, manusia tidak pernah tobat memerangi sesamanya. Ia tahu bahwa sesamanya adalah dirinya yang lain, tapi perang itu menjadikannya semua buta. 

Buta melihat luka

Buta merasakan derita

Buta menghapus air mata

Buta menyaksikan seru belas kasihan orang. 

Deru kesedihan tidak lagi terdengar karena deru kendaran tempur terlalu kencang. Deru haru dan ampun tidak lagi enggan ada, karena jari-jari sudah bergetar menekan tombol-tombol canggih mesin pembunuh modern. 

Perang senjata dan kata hanya menuliskan sejarah buram pada wajah bumi dan manusia. 

Bumi sedang sakit ditikam senjata-senjata berat. 

Bumi berlumuran darah dan air mata di sana. 

Bumi meratap karena harus menanggung kematian orang-orang tidak bersalah. 

Bumi dengan polesan wajah susah, sedih, gulana di Ukraina sekarang. 

Kapan perang berakhir sehingga wajah bumi jadi baru penuh canda, tawa dan pelukan akrab? 

Hanya manusia yang bisa menjawab dan menentukan semuanya di bumi ini. Tapi,....

Kapan wahai manusia insyaf bahwa dirinya hanyalah debu?

Salam berbagi, ino, 2.03.2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun