Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kayu Rengga, Buah Meru, dan Misteri Pohon Identitas

12 Februari 2022   04:41 Diperbarui: 13 Februari 2022   02:28 3264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buah meru untuk dua identitas hutan Flores dan local wisdom | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.

Alam dan lingkungan bisa memberikan manusia gagasan-gagasan tentang kehidupan, penilaian dan kematangan berpikir, suatu identitas kematangan berpikir yang ditandai dengan pola cara pandang yang menghasilkan buah-buah kebaikan, persatuan dan kehidupan.

Tulisan ini tidak lebih dari sebuah usaha untuk mengungkapkan kekayaan hutan Flores yang belum banyak diketahui orang. 

Tidak hanya itu, dalam tulisan ini diperlihatkan juga soal asal usul nama pohon rengga dan buah meru yang pada akhirnya terhubung kepada identitas. Beberapa poin ulasan dan refleksi disajikan sebagai berikut:

Struktur pohon, daun dan buah

Pohon rengga dikenal di kalangan masyarakat Ende khususnya di wilayah pedalaman seperti di Paumere dan Rajawawo. 

Pohon rengga tumbuh secara bebas di hutan Flores. Pohon ini mencapai ketinggian 3-4 meter. 

Pada batang yang tua di bagian pangkal terlihat warnanya seperti kecoklatan mirip seperti warna pohon kakao, sedangkan pada dahan-dahannya terlihat putih kekuning-kuningan. 

Daun dan dahan pohon rengga atau meru | Dokumen pribadi oleh Vita Jo
Daun dan dahan pohon rengga atau meru | Dokumen pribadi oleh Vita Jo

Memiliki daun yang berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 7-10 cm dengan lebarnya sekitar 2-3 cm. Daun mudah berwarna hijau, sedangkan daun berwarna kuning sebagai tanda bahwa akan menjadi kering.

Pohon rengga bukanlah pohon yang terlihat mulus, hal ini karena pada batangnya terlihat seperti berbuku-buku seperti pada bambu. 

Uniknya bahwa pada setiap buku pada batangnya sekaligus merupakan tempat yang bisa mengeluarkan bunga dan buah. 

Buah meru yang indah dari buku pohon bagian pangkal | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.
Buah meru yang indah dari buku pohon bagian pangkal | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.

Nah, itu tidak berarti bahwa dahan muda sama dengan orang muda yang tidak berbuah, tetapi bahwa kenyataan pohon rengga membicarakan sesuatu seperti itu, batang yang tua dan matang itu akan terus mengeluarkan bunga dan berbuah setiap musim bunga.

Meru dan kenangan

Musim bunga pohon rengga yakni bulan Januari sampai April. Saya masih ingat cerita tentang pohon rengga itu pada tahun 1988. 

Tahun itu di Flores merupakan tahun terburuk. Ya, pada tahun itu ada bencana besar banjir (Ãœberschwemmung) dan juga tahun gagal panen.

Pada tahun itu, saya mengenal masakan sang ibu dari buah meru itu, buah dari pohon rengga. Ya, bagi saya masakan ibuku pada saat itu adalah masakan paling enak. 

Buah meru dicampur dengan jagung muda lalu direbus sekitar setengah jam lalu dimasukin juga dengan sayur daun kacang, bunga kurbis, lalu dibumbui dengan air jeruk, garam dan cabe secukupnya.

Bagi saya itu masakan paling enak pada saat lapar di tahun 1988. Sebuah kenangan indah saat ibu mengajak memetik buah meru yang tidak jauh dari pondok di kebun saat itu masih sangat jelas dalam ingatan. 

Sebagai seorang anak kecil tanpa banyak bertanya langsung mencoba makan sebiji tanpa seizin sang ibu. Ternyata rasanya tidak enak seperti setelah dimasak. Hal ini karena masih ada seperti getah, meskipun tidak banyak.

Tidak bisa dilupakan bahwa pada saat para petani gagal panen, justru pohon rengga berbuah sangat lebat. 

Meru bahkan seperti buah penyelamat yang diberikan secara cuma-cuma untuk menyelamatkan kehidupan petani desa pada saat kelaparan.

Saya tidak bisa melupakan kisah itu. Sekalipun sudah sekian tahun tidak pernah makan lagi buah meru, namun ingatan ini tetap datang bersamaan dengan rasa syukur dan lezatnya meru kala itu.

Buah meru dewasa ini

Meru saat ini masih tumbuh dan terus berbuah lebat di hutan, tanpa banyak orang yang mau mengolahnya, padahal rasanya sangat enak. 

Buah meru rupanya saat ini menjadi lumbung keberuntungan bagi satwa seperti burung dan juga jenis-jenis seperti kera, musang, kelelawar dan mungkin juga jenis binatang lainnya.

Sekalipun buah meru tampak merah dan kuning, namun buah meru tidak bisa dimakan mentah, selain untuk jenis satwa burung dan binatang hutan lainnya. 

Merah dan kuning, namun terasa tetap keras karena pada bagian dalamnya masih ada lapisan yang umumnya berwarna kuning dengan biji-biji kecil pada bagian paling tengah.

Buah meru itu mirip sekali dengan biji pohon ara, cuma biji pohon ara jauh lebih besar dan jarang direbus selain orang makan mentah. 

Nah inilah bedanya buah meru dan buah ara. Keduanya hampir sama baik dari struktur pohon, daun dan bijinya, cuma pohon ara jauh lebih besar pohon dan buahnya.

Pohon rengga adalah jenis pohon yang sangat bersahabat, mungkin karena buah-buahnya yang bisa dimakan, tetapi juga karena pohonya yang kecil dan tidak bisa dipakai untuk bahan bangunan.

Pohon rengga atau meru | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.
Pohon rengga atau meru | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.

Dari sistem buahnya pada batang itulah, terlihat jelas sekali bahwa pohon rengga adalah pohon yang punya banyak kandungan air di dalam batangnya. 

Oleh karena itu, tidak heran pada setiap bukunya bukannya menjadi lapuk seperti pada kayu pada umumnya, tetapi malah tumbuh bunga dan buah.

Bagi masyarakat Ende, pohon ini memang tidak diperhitungkan sebagai pohon yang penting. Hal ini karena orang tidak terlalu membutuhkannya, ya tentunya karena sejalan dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Nah, saya tidak bisa membayangkan kalau misalnya, musim kelaparan tiba, maka sudah pasti meru akan menjadi pohon idola masyarakat di desa-desa. Ya, meru bagaikan harta tersembunyi yang menyimpan cadangan makanan untuk para petani yang kelaparan.

Filosofi meru untuk kehidupan

Buah meru muncul pada batang-batang yang matang dan tua dan bukan pada dahan-dahan yang muda. Ya, bisa jadi juga sih dari pohon rengga ini orang belajar tentang filosofi kematangan dan buah yang dihasilkan seseorang.

Kata meru diketahui sebagai kata bahasa Jepang dengan hurufnya seperti "XJV" sedang kata dalam bahasa Indonesia berarti mel  yang berarti memberitahukan; menyebutkan (nama, alamat, dan sebagainya); melaporkan diri.

Saya sendiri sebenarnya sangat terkejut dengan hasil penelusuran ini. Rasanya dari pohon meru itu ada sesuatu yang bermakna sekali. 

Berangkat dari kata dan asal kata itu, bisa memunculkan pertanyaan baru lagi, apakah pohon rengga dan buah meru itu ada hubungannya dengan Jepang yang datang menjajah Indonesia? Apakah berasal dari Jepang dan orang Jepang pada masa itu membawanya ke Indonesia?

Bagi saya beberapa pertanyaan itu tetaplah misteri, namun satu hal yang pasti bahwa pohon rengga atau meru saat ini tumbuh liar di hutan Flores dan sesekali kami dapat mengambilnya jika memang membutuhkannya.

Nama dan asal kata meru telah memberikan arti yang pada saat yang sama menyeret saya pada satu gagasan lain tentang identitas. Ya, identitas itu berkaitan dengan nama, alamat yang diberitahukan kepada yang lainnya.

Identitas itu adalah kata penting hampir dalam semua bidang kehidupan manusia. Meskipun demikian, saya lebih fokuskan refleksi ini terkait dua hal ini:

Ilustrasi buah meru untuk dua identitas hutan Flores dan local wisdom | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.
Ilustrasi buah meru untuk dua identitas hutan Flores dan local wisdom | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.

1. Identitas hutan Flores

Flores sebenarnya pulau yang punya banyak hutannya, namun kalau ditanya apa yang ada di dalam hutan Flores itu? Mungkin tidak banyak orang tahu itu. 

Nah, dari situ sebenarnya di dalam hutan Flores itu ada banyak sekali keunikan-keunikan yang bisa dikatakan itu semua suatu identitas yang sangat khas dari hutan Flores.

Hutan Flores adalah hutan tempat tumbuhnya beraneka ragam jenis bunga, hutan tempat tumbuhnya beraneka kayu yang mahal dengan harga ribuan US dollar per kilogram.

Hutan Flores punya banyak sekali rotan dan masih ada jenis tumbuhan obat-obatan yang hidup di hutan Flores.

Hutan Flores itu seperti hutan yang diam, tetapi punya kandungan yang berharga, bersejarah. Saya pernah mendengar banyak sekali cerita orang-orangtua tentang aneka jenis batu yang bergambar beraneka kaki satwa. Ada pula jenis perahu raksasa dari batu yang tidak diketahui apakah itu sebenarnya. 

Misteri hutan Flores masih belum bisa terkuak. Nah, meru adalah salah satunya yang lahir dari rahim hutan Flores; satu jenis pohon yang bisa dimakan buahnya baik oleh manusia maupun satwa liar.

2. Identitas kebijaksanaan lokal (local wisdom)

Masyarakat Flores umumnya masih punya cara pandang seperti keberadaan pohon rengga atau meru itu. Mengapa saya mengatakan demikian? 

Ya, umumnya tradisi dan adat istiadat di sana mengajarkan bahwa orang yang lebih tua itu layak dan pantas dihormati, karena mereka sudah banyak berbuah. 

Tidak heran dalam struktur adat, khususnya dalam konteks adat perkawinan dikenal istilah puu kamu atau pihak yang dianggap sebagai pohon dan akar. 

Pihak puu kamu itu adalah pihak dari mana semua keponakan itu berasal. Ya, mereka pihak yang menghasilkan keturunan atau "buah" bagi yang lainnya.

Perkembangan dan penyebaran keluarga itu berasal dari pohon yakni pihak om. Olah karena itu, pihak puu kamu adalah pihak terhormat yang perlu dihormati. Selain itu, pihak puu kamu  punya tanggung jawab khusus dalam struktur adat perkawinan.

Terlihat sekali bahwa penamaan istilah-istilah adat itu selaras dengan kenyataan alam yang ada di sana. Nah, bagi saya hal itu merupakan identitas yang mega dahsyat getaran sinkronisasinya.

Alam dan kehidupan manusia ternyata punya identitas yang tersambung dalam dan melalui warisan adat istiadat. Betapa indahnya dan dalamnya warisan adat dan budaya bangsa kita.

Saya jadi ingat dengan buah pemikiran filosofis dari Schelling (1775-1854), yang akhirnya telah memberanikan saya untuk mengambil langkah berani menafsirkan keberadaan pohon meru dengan kenyataan kehidupan. 

Identitas bagi Schelling adalah keberadaan dasar yang tidak bisa direduksi menjadi kesadaran reflektif (remains irreducible to the reflective consciousness).

Namun menurut Schelling penilaian itu menjadi mungkin kalau didasarkan pada prinsip yang melebihi penilaian itu sendiri (In order for judgment to be possible, it must be grounded in a principle that exceeds judgment itself).

Prinsip yang melebihi penilaian itu adalah bahwa semua yang diciptakan itu baik adanya dan juga tentu berguna bagi kehidupan manusia, keutuhan alam dan bumi serta kelestarian satwa dan hutan. Di sana ada makna dan pesan yang belum dibaca oleh manusia. 

Demikian beberapa gagasan dan ulasan yang bermula dari pohon rengga dan buah meru hingga memberi nafas refleksi tentang identitas hutan Flores, identitas kebijaksanaan lokal dan sampai pada bagaimana penilaian reflektif itu dimungkinkan oleh prinsip yang melebihi penilaian itu. 

Pada prinsipnya kepentingan kehidupan manusia, keutuhan alam dan kelestarian satwa dan lingkungan itu sangat penting sebagai prinsipnya.

Salam berbagi, ino, 11.02.2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun