Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Ada 4 Proses Pengolahan Diri Menjadi Pendamping Orang Sakit

1 Februari 2022   04:10 Diperbarui: 1 Februari 2022   21:45 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada 4 proses pengolahan diri menjadi pendamping orang sakit | Dokumen pribadi oleh Ino

Namun, dari segi inspirasi untuk menjelaskan hubungannya, saya merasa yakin bahwa menarik untuk dipresentasikan kepada teman orang Jerman pada waktu itu.

Pada saat itu saya berusaha menggambar sebuah Angklung meskipun cuma secara abstrak. Setelah selesai menggambar, saya memberikan nama pada bagian-bagian Angklung itu, sesuai dengan tema pembicaraan kami pada hari itu ditambah dengan aspek-aspek lain yang menurut saya sangat penting. 

Beberapa unsur yang bisa saya jelaskan kepada teman-teman saya pada saat itu:

  • Hidup itu ibarat sebatang bambu: Hidup itu terkadang terasa biasa saja atau tidak punya nilai lebih, jika orang sudah melakukan sesuatu, maka nilai dari hidup itu sudah berubah. Nah, sama seperti nilai dari sebatang bambu itu, kalau dibiarkan saja, maka tidak punya nilainya, tetapi jika dipakai dan diubah oleh seorang seniman, maka bambu itu akan punya nilai yang luar biasa penting dan berarti. Ya, bisa sangat mahal.
  • Hidup itu punya dasarnya: Sama seperti satu alat musik Angklung yang berdiri di atas dasar bambu, demikian juga hidup itu punya sejarahnya, punya tradisi tertentu, punya kebiasaan di dalam keluarga, punya latar belakang yang sangat penting menjadi pijakan yang membentuk cara berpikir seseorang.
  • Hidup itu tidak bisa sendiri: Sama seperti sebuah bambu yang sudah menjadi Angklung itu diikat bersama dengan yang lainnya, demikian juga hidup itu selalu punya bingkai kebersamaan, bingkai yang menghubungkan seseorang dengan yang lainnya.
  • Hidup itu terpancar dari kedalaman hati: Bambu itu punya ruang kosong, namun dari ruang kosong itulah datang resonansi yang menggetarkan hati dalam nada-nada yang dihasilkannya. Demikian juga setiap manusia punya ruang kosong yang saya namakan sebagai innere Geist atau gairah batin. Innere Geist itulah yang mendorong seseorang melakukan sesuatu yang baik. Innere Geist itu saya umpamakan dengan bambu yang yang di dalamnya kosong. Hal ini karena saya merasakan betapa pentingnya seorang pendamping orang sakit datang untuk berbicara dengan orang sakit.
    Seorang Seelsorge datang mesti dengan "kosong" atau tanpa punya kepentingan apa-apa. Hanya dengan cara itu, dia akan bisa mendengarkan dengan baik, dia akan fokus pada simbol-simbol yang punya makna penting bagi orang sakit itu sendiri. Bagi saya, innere Geist perlu disertai dengan ruang pengosongan diri, sehingga lebih memungkinkan Seelsorge terbuka kepada orang lain (orang sakit).
  • Hidup itu akan menjadi indah karena ada perbedaan bunyi: Ya, warna dari perbedaan pengalaman, simbol-simbol, hubungan, pemahaman selalu menjadi seperti nada-nada yang harmonis.

3. Sharing (Austausch) bisa membuka perspektif baru bagi orang lain

Sharing bersama sambil menikmati jalan santai ditemani kabut tebal di pegunungan Jakob (Jakobsberg) tiba-tiba mengubah perspektif teman kursus saya yang sebenarnya lagi butuh untuk menjelaskan simbol apa yang penting dalam hidupnya dan mengungkapkan pilihan hidupnya sebagai Seelsorge.

Saya terkejut ketika mendengar pertanyaan spontan darinya tentang Angklung. Pada saat itu saya sekaligus memperkenalkan Angklung sebagai alat musik khas Indonesia dan bahwa di Frankfurt ada pula grup Angklung yang sangat bagus. Spontan teman pemain musik Saxophon berkata, "Das Bild hat mich sehr berührt" atau gambar itu sangat menyentuh saya.

Dengan mata berkaca-kaca ia akhirnya menjelaskan pengalaman pribadi. Ya, rasa senang pun muncul dalam hati saya. Ternyata gambar sederhana dengan penjelasan singkat saya telah membuka hati dan cara pikirnya.

Saya terdiam sejenak dan bersyukur betapa bahagianya sebagai orang Indonesia yang punya banyak sekali kekayaan budaya dan warisan seni. Ya, semua itu bisa menjadi simbol hidup yang mengungkapkan gambaran kerinduan hati manusia.

4. Belajar mengenal simbol sendiri untuk menghargai simbol orang lain

Semula saya tidak mengerti mengapa, kami peserta diminta untuk mengungkapkan pemahaman kami sendiri dalam bentuk simbol-simbol. Nah, ternyata dalam kesempatan pertemuan selanjutnya kami dibimbing untuk memahami kata-kata ini saat mulai berbicara dengan orang sakit: "Achtet auf was, das ihr hört" atau perhatian apa yang kamu dengar.

Ternyata simbol itu sendiri tidak hanya dalam bentuk gambar tertentu atau bentuk tertentu, tetapi kata-kata yang diungkapkan seseorang adalah juga simbol. Simbol yang penting dalam hidup orang sakit diungkapkan melalui kata-kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun