Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ada 3 Konteks Hubungan Kurikulum Prototipe dan Pancasila di Tengah Era Metaverse

3 Januari 2022   23:29 Diperbarui: 8 Januari 2022   07:42 2130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada 3 konteks hubungan kurikulum prototipe dan Pancasila di tengah erah metaverse | Dokumen diambil dari: edukasi.kompas.com

Keseimbangan dan yang terukur penyesuaian diri manusia itu menandakan ada pijakan nilai yang menjadi dasar atau fondasi hidupnya. Nah, dalam arah pemikiran seperti itulah, terasa bahwa kurikulum prototipe benar-benar hadir tepat waktu mengembalikan generasi milenial Indonesia pada kesadaran dasar kebangsaan ini.

Kalau memang rujukan utama kurikulum prototipe ini adalah membangun kembali kesadaran anak bangsa akan nilai-nilai Pancasila, maka mungkin lebih baik kurikulum prototipe bukan sebagai alternatif  dalam konteks pendidikan di Indonesia, tetapi sebagai suatu gerakan bersama bangsa ini.

Kurikulum prototipe dan rujukan kepada pluralitas budaya Indonesia

Konsep tentang kebangsaan yang berakar pada filosofi budaya dan peradaban bangsa kita sendiri memang terus-menerus perlu dibicarakan. Dan satu hubungan yang perlu dibicarakan dalam kaitan dengan kurikulum prototipe ini adalah kaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan.

Ilustrasi untuk kurikulum prototipe dan rujukan pada pluralitas budaya | Dokumentasi pribadi oleh Mien Ndari.
Ilustrasi untuk kurikulum prototipe dan rujukan pada pluralitas budaya | Dokumentasi pribadi oleh Mien Ndari.

Bagi saya pemahaman istilah prototipe dari kata aslinya, bisa saja mengacu bukan saja kepada Pancasila, tetapi juga mengacu kepada keragaman budaya di Nusantara ini. Mengapa kok rujukannya terarah juga kepada budaya?

Pluralitas budaya di Indonesia sudah pasti merupakan pluralitas nilai-nilai kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia mesti punya orientasi tidak hanya kepada jiwa anak bangsa yang pancasilais, tetapi juga anak bangsa yang berakar pada budayanya sendiri. 

Warisan nilai-nilai budaya di Indonesia tidak akan mempertentangkan kita dengan nilai-nilai Pancasila. Justru sebaliknya, ada sinkronisasi yang dalam antara nilai-nilai budaya dan nilai Pancasila.

Ilustrasi untuk rasa cinta pada nilai budaya | Dokumen pribadi oleh Mince Ndari.
Ilustrasi untuk rasa cinta pada nilai budaya | Dokumen pribadi oleh Mince Ndari.

Nilai-nilai budaya berakar dalam hati tanpa perlu melalui proses pencerahan pada tingkat wawasan dan intelek. Artinya masyarakat Indonesia sudah terbentuk dari budaya sebagai manusia yang toleran dan bersaudara dengan keberagaman yang ada.

Sementara itu, nilai-nilai Pancasila lebih merupakan nilai yang harus dipelajari secara formal dalam formasi pendidikan sebelum orang memiliki dan menghayatinya. Nah, kolaborasi antara hati dan pikiran manusia pada nilai-nilai kehidupan itu sangat penting sebagai dasar dari pembentukan manusia baru yang hidup di tengah dinamika tegangan dunia nyata dan dunia digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun