Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

WFO, Kuliah, dan Perjalanan dalam Tekanan Varian Omicron di Jerman

2 Desember 2021   13:03 Diperbarui: 2 Desember 2021   20:14 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya manusia saat ini adalah budaya keterbukaan pada sesuatu yang baru dengan standar keamanan dan keselamatan sebagai yang paling penting.

Virus bisa mengubah dan bahkan juga bisa mengobrak-abrik kemapanan manusia dalam semua bidang kehidupan. Mungkinkah dalam situasi pandemi ini orang belajar hidup secara fleksibel atau gaya hidup apa yang cocok untuk situasi saat ini?

Tidak jarang setiap berita tentang perubahan situasi itu orang-orang spontan meletup dengan makian. Cuma sayangnya kepada siapa dan salah siapa?

Semua orang tentu tidak suka dengan keadaan pandemi yang semakin memburuk. Rasa tidak suka ini sebenarnya berangkat dari kerinduan untuk memperoleh kembali kebebasan hidup.

Hidup secara bebas tanpa pembatasan ini dan itu, sudah sangat dirindukan oleh sebagian orang saat ini. Pertanyaannya, mengapa orang merindukan hidup normal seperti sebelum adanya pandemi?

Hidup normal pada masa sebelum pandemi berarti hidup dalam keterbukaan wajah

Hidup dalam keterbukaan wajah itu sangat penting untuk orang Jerman, tentu sih bagi sebagian orang yang hidup dalam pengaruh budaya wajah tertutup bisa saja menganggap biasa. Namun, kenyataan yang ada sejak pandemi ini, semua orang hampir sudah punya kebiasaan baru yakni menutup sebagian wajah dengan masker pada hidung dan mulut.

Nah, jangan lupa di musim gugur dengan suhu sekitar 1-6 Celsius ini, sebagian besar orang mengenakan topi dingin. Nah, coba bayangkan, sudah punya masker, lalu ada lagi topi dingin.

Persisnya orang hanya punya mata yang bisa dilihat oleh orang lain. Meskipun demikian menarik juga sih, kalau dilihat dengan lebih santai (locker). 

Gaya hidup produksi Covid-19 adalah "Mata Terbuka." Apakah keadaan ini secara spiritual bisa merujuk pada gagasan bahwa orang perlu melihat lebih dalam sebelum berbicara dan mencium?

Apakah mungkin melalui situasi pandemi ini orang diajak untuk menutup wajahnya yang selalu merindukan kebebasan dan cukup membiarkan matanya saja yang terbuka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun