Oleh karena itu, pihak yang punya wewenang terkait ritual neka tana adalah mereka yang diakui sebagai tuan tanah dan mosalaki atau pemangku adat. Mereka itu diakui sebagai pengantara untuk menyampaikan niat baik dan ujud mulia pemilik rumah kepada pendahulu yang menghuni wilayah itu.
2. Pusi watuÂ
Tahap pusi watu atau meletakan batu dilakukan setelah proses awal neka tana sudah berlangsung. Pusi watu umumnya terjadi pada pagi hari sebelum matahari terbit. Mengapa seperti itu? Ternyata masyarakat adat punya kepercayaan bahwa saat teduh itu hanya pada pagi hari ketika matahari belum terbit.
Ritual pusi watu atau peletakan batu dilakukan mendahului terbitnya matahari di ufuk timur. Hal itu untuk memberikan jaminan bahwa batu yang akan diletakan sebagai batu dasar pada setiap sudut rumah merupakan batu yang dingin.
Konsep tentang kesejukan rumah tangga sudah mulai dibangun sejak awal pembangunan sebuah rumah dengan keyakinan-keyakinan adat mereka. Rumah yang  dibangun untuk tempat tinggal itu berdiri di atas dasar yang sejuk dan bukan di atas dasar batu yang panas.Â
Oleh karena itu, sering dalam kaitan dengan batu dasar yang sejuk itu, masyarakat adat sedikit lebih modern memadukannya dengan keyakinan agama seperti meminta pemimpin agama memberkati batu-batu itu.
Air berkat bagi masyarakat adat merupakan tanda konkret dari ungkapan adat Ende sendiri sebagai sewu petu pera ara atau mendinginkan dan memadamkan yang panas. Lagi-lagi ungkapan adat sewu petu pera ara dilakuan dengan tujuan agar penghuni yang akan mendiami rumah itu bisa mengalami kesehatan, ketenangan dan kedamaian, tanpa ada gangguan apapun.
3. Teka mangu
Tahap ketiga dalam pembuatan rumah adalah teka mangu atau pemahatan tiang utama. Teka mangu atau pahat kayu yang akan menjadi tiang utama rumah hanya dilakukan oleh pihak saudara dari ibu atau pihak om dalam keyakinan adat Ende. Umumnya pihak om hanya melakukannya secara simbolis dengan beberapa kali memahat, selanjutnya akan dipahat oleh tukang yang dipercayakan.