Bukan saja prinsip-prinsip sederhana lainnya yang perlu diperhatikan dalam perjalanan supaya selamat, tetapi juga orang perlu memerhatikan terutama nilai-nilai dari Pancasila.
Tema sorotan Kompasiana "Waspada Berkendara di Tol" kali ini seakan membuka kembali lembaran kenangan tahun 2010 ketika saya bersama seorang teman berangkat dari kota Malang ke Banyuwangi. Ya, suatu perjalanan jauh pertama di tanah Jawa.
Perjalanan itu dibumbui kisah-kisah masa lalu yang diceritakan teman itu pada saya. Kisah mistis dalam perjalanan malam di daratan Jawa selalu saja terjadi.Â
Tentu, kisah-kisah itu diceritakannya bukan untuk menakut-nakuti saya, tetapi lebih merupakan sajian kenyataan dari pengalaman hidupnya di tanah Jawa lebih dari 20 tahun. Â Semula saya merasa aneh, kok orang Flores, masa sih takut dengan yang mistis di jalan?
Nah, ternyata beda tanah, beda budaya, beda pula kejadian-kejadian mistisnya. Kejadian-kejadian aneh seperti tiba-tiba melihat orang berdiri di pinggir jalan atau bahkan tiba-tiba melompat ke tengah jalan, cukup sering terjadi, katanya.
Pertama mendengar cerita itu, rasanya ngeri-ngeri sedap juga sih. Tapi, saya tetap merasa bahwa mungkin karena kami cuma berdua, jadi cukuplah cerita itu untuk penyegar mata, ya sekedar mengelak dari rasa ngantuk dalam perjalanan.
Mengantuk, takut dan terkejut ketika melihat ada kejadian mistis saat berkendara di Tol tentu bisa berakibat fatal. Pertanyaannya, apa sih prinsip yang penting diingat dalam perjalanan agar selamat dan tiba di tempat tujuan dengan aman dan selamat pula:
1. Lebih baik mengalah, bersyukur dan sambil berderma
Di sela-sela cerita mistis, ada banyak yang memang nyata dibuat-dibuat atau bahkan disengaja. Biasalah hidup di kota dan di tengah kesulitan. Kesulitan dan nasib buruk orang lain, kadang dianggap rezeki oleh orang lainnya.
Sungguh tidak masuk akal, tapi itulah kenyataan yang sering terjadi dalam perjalanan di  mana saja. Terkadang ada kendaraan yang sengaja dirusak di tengah jalan, sehingga menimbulkan kemacetan, lalu orang-orang yang mengadakan perjalanan jauh terpaksa berhenti.
Berhenti pada jalur-jalur di mana ada banyak hutan jati di daerah selatan menuju Banyuwangi mesti perlu hati-hati lho. Ya, itulah tukas teman saya itu. Di sana ada kejadian seperti tiba-tiba ada yang datang sambil membawa klewang, keris dan senjata tajam meminta uang. Dari yang mistis sampai ke yang nyata ada semua di sana.
Syukur-syukur sih kalau dengan sopan meminta, kadang juga langsung hajar. Jalur selatan dari kota Malang ke Banyuwangi memang tidak luput dari jenis cerita mistis dan cerita nyata itu.
Oleh karena itu, caranya adalah kami menyiapkan uang receh 5.000 sampai 20.000 rupiah sebagai antisipasi jika ada kejadian aneh di perjalanan, maka kami sudah siap untuk memberi mereka yang membutuhkan.
Berhadapan dengan kenyataan aneh itu kata teman saya, "lebih baik kita mengalah, sambil berderma dan kita pasti selamat." Apa sih artinya uang 20.000 itu, apalagi kita memberi dengan niat untuk menolong mereka yang kesulitan dan membutuhkan.
Barangkali mereka sangat membutuhkan uang, atau bahkan anaknya atau isterinya lagi di rumah sakit, yahh dan banyak lagi alasan lainnya. Singkatnya kita tidak perlu adu argumen dengan mereka, tapi mengalah dan memberi mereka sedikit untuk hidup mereka, saat untuk beramal yang juga membuat kita selamat.
2. Menghindar sambil mencari jalan aman
Hati-hati dengan monster jalanan!
Aneka cerita seperti terus membuai kesendirian kami hingga terus melesat kira-kira lebih dari 5 jam perjalanan. Tibalah kami di daerah Situbondo. Pada suatu ruas jalan lurus dari kejauhan sekitar 300 meter tampak monster selatan berwarna biru melaju dengan kecepatan tinggi.Â
Monster itu adalah bus besar yang sama sekali tidak pernah mengenal apa yang namanya memberi jalan pada yang lain. Monster itu bahkan tidak juga mengenal kesempatan untuk pelan dan memberi kesempatan lebih aman bagi yang lainnya.
Terlihat laju bus besar itu semakin mendekat, sementara jalur jalan terlihat hampir tidak kebagian untuk kami sebagai pengendara dari arah berlawanan. Dengan tanpa pikir panjang, teman saya terpaksa membanting setir ke arah kiri  hingga nyaris menabrak tiang listrik di luar ruas jalan di daerah sekitar Situbondo waktu itu.
Ruas jalan yang mestinya menjadi hak kami, tidak bisa didiskusikan lagi, semuanya hanyalah seperti hempasan angin sekejap dengan laju kecepatan yang tidak pernah menurun sedikitpun bus itu terus melaju ke arah kota Malang.
Kami berhenti sambil menarik nafas panjang, terasa seakan-akan benar baru luput dari kecelakaan atau gilasan monster selatan itu. Kata teman saya, "Pilihan yang tepat adalah menghindar dan mengalah saja sambil mencari jalan aman, meski terasa hak kita dirampas habis-habisan."
3. Berhentilah sejauh sudah lelah, cucilah muka sejauh mengantuk mulai terasa dan minumlah air putih secukupnya
Menentukan kapan harus berhenti dalam perjalanan jauh ternyata bukan hal sederhana. Orang tidak boleh membuat kompromi untuk sekedar menunda berhenti sejenak untuk menarik nafas dan mencuci muka.
Apalagi ketika mata terasa lelah dan mengantuk, maka pilihan untuk mencari tempat supaya berhenti (rest area) merupakan suatu keharusan. Maaf harus ditegaskan "Jangan tawar-tawar dengan hal yang satu ini!"
Membasahi muka dengan air rupanya menjadi tip sederhana yang sangat membantu, sekurang-kurangnya dari pengalaman pribadi saya menyetir Malang-Surabaya pulang pergi  atau di Flores. Selain bahwa jika memungkin orang perlu minum Kratingdaeng.Â
Minuman Kratingdaeng bagi saya sangat membantu agar tetap energik selama perjalanan. Ya, saat lelah hendaknya berhenti dan bisa minum air putih secukupnya.Â
Lebih dari terapi cuci muka dan berhenti menarik nafas, orang tidak boleh melupakan cara yang satu ini, seperti terus bercerita hal-hal yang humoris dan menyenangkan. Cerita dan gelak tawa yang sewajarnya akan sangat membuat perjalanan tidak membosankan, tetapi sangat menyenangkan dan bahkan penuh konsentrasi.
4. Sabar dan tenang tanpa harus menunjukan diri sebagai pemenang dan tercepat
Saya mengenal beberapa sopir mobil yang sudah lama bekerja sebagai sopir, bahkan siang malam hanya bergaul dengan mobil. Cerita dan sharing pengalamannya memang tampak irasional sih, tapi rupanya bisa saja ada benarnya. Cara dan larangan itu sederhana:
Sebelum melakukan perjalanan jauh, jangan lupa memberi sedekah pada orang-orang di pinggir jalan katanya. Kemudian jangan lupa pula minta doa dari seorang yang bernama Christoforus, cukuplah katakan sederhana Santo Christoforus lindungi perjalanan kami.
Ini pengalaman pribadi yang di sharing teman kepada saya. Selanjutnya hal unik lagi katanya, siapa saja sebelum melakukan perjalanan tidak boleh menendang ban mobil, bahkan seseorang perlu mengatakan bahwa "jaga kami atau jaga saya."Â
Rasanya benar aneh bukan? Masak harus ngomong pada benda mati? Nah, saya masih ingat kejadian tahun 2011 di Flores. Waktu itu saya mengadakan perjalanan sendiri setelah kembali mengunjungi ibuku yang sakit di Ende.Â
Hari itu sudah sore saya berangkat dari Ende. Perjalanan dari Ende ke Maumere membutuhkan waktu 3,5 jam jika tanpa berhenti. Itulah perjalanan seorang diri pertama kalinya waktu itu dengan mobil.
Pada pukul 20.30 malam saya mampir pada rumah orangtua teman di wilayah Mauloo untuk meminta air sambil mengharapkan bisa makan malam. Setelah setengah jam berhenti dan tiba-tiba ada yang melihat bahwa ban mobil sebelah kanan sudah kempes. Ban itu ternyata terkena tusukan paku, entah di mana.
Entahkah kejadian itu suatu kebetulan semata-mata? Saya sangat bersyukur bahwa kejadian itu tidak di tengah hutan sendiri, tetapi justru sudah di rumah teman dan kebetulan sekali tidak jauh dari bengkel tambal ban. Saya menyadari bahwa saya begitu menikmati perjalanan sendiri waktu itu, ya berjalan santai yang memberikan rasa aman pada diri sendiri.
Prinsip yang baik dan penting dalam perjalanan entah itu sendiri atau bersama orang lain adalah jadilah sabar dan tenang tanpa harus menunjukan diri sebagai pemenang dan tercepat. Menjadi pemenang itu tidak bisa dipisahkan dari cerita sampai tujuan dengan selamat.
5. Jangan lupa berdoa minta perlindungan Tuhan
Teori-teori dan prinsip seperti di atas saya terapkan secara khusus pada bagian yang harus mengatakan sesuatu pada mobil bahwa jaga saya dalam perjalanan. Saya masih ingat pada waktu itu, saya mengatakan seperti ini, "Tuhan, jaga saya dalam perjalanan ini, seandainya ada kemacetan biarlah itu terjadi di dekat rumah atau dekat bengkel."
Nah, pengalaman itu membuat saya memperlakukan mobil itu bagaikan suatu barang yang berjiwa. Entahlah apa namanya, cuma saya percaya sih, bahwa apapun barang-barang di dunia ini ada energinya yang bisa tersambung dengan dimensi aliran pikiran manusia.
Tuhan pasti buka mata dan menjaga orang-orang yang menyebut nama-Nya dan memohon perlindungan-Nya. Itulah secuil keyakinan dalam dada saya. Ya, apa yang saya yakini itulah juga prinsip yang bisa membawa keamanan sekurang-kurangnya keamanan batin selama perjalanan. Doa bisa memberikan keamanan batin lho.
6. Prinsip menghayati nilai Pancasila sebagai orang Indonesia
Dari ulasan pengalaman dan prinsip-prinsip praktis di atas, rasanya tidak lepas jauh dari isi dari Pancasila. Ya, orang perlu menyadari hubungannya dengan Tuhan, perlu memerhatikan bahwa apapun dan dimanapun, orang harus tetap menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab.Â
Tidak hanya itu, kesadaran bahwa kita semua ini adalah satu. Ya, jalan musyawarah dan bukan kekerasan yang penting dihayati dalam perjalanan dan pada akhirnya, jalan keadilan bagi semua.
Kesadaran dalam menggunakan jalur jalan secara benar tidak bisa dipisahkan dari pertimbangan tentang rasa keadilan dan kemanusiaan. Jalan Tol adalah jalan umum yang dibangun untuk kepentingan bersama.
Demikian ulasan pengalaman yang melahirkan 6 prinsip selamat dalam perjalanan. Keenam prinsip itu tidak luput dari pengendalian diri yang lahir dari hati, bukan cuma untuk keselamatan diri sendiri, tetapi juga di sana ada aksi yang altruis seperti, berusaha sabar, mengalah, doa dan sedekah pada orang lain. Budaya dan cara berkendara masing-masing orang dari masing-masing negara dan daerah mungkin berbeda, tetapi prinsip-prinsip umum dalam berlalu lintas pasti sama. Â Nah, nilai Pancasila bisa juga menjadi penuntun perjalanan. Sekalipun demikian, prinsip-prinsip yang dibahas dalam tulisan ini tetap saja merupakan refleksi pengalaman pribadi yang juga terbuka pada prinsip dan refleksi lainnya.
Salam berbagi, ino, 8.11.2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H