Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dilema Upah Pekerja Informal dan Tantangan Pendidikan Formal

2 November 2021   04:58 Diperbarui: 4 November 2021   08:11 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja (envato elements/rawpixel)

Di mana saja ditemukan pekerja informal?

Saat ini ada banyak sekali pekerja informal itu ada di rumah sakit dan sekolah. Ada banyak perawat yang bekerja tanpa dianggap formal pekerjaan mereka, meskipun sehari-hari mereka menerima tanggung jawab formal. Aneh bukan?

Maksud saya bahwa ada tenaga perawat yang bekerja di rumah sakit tapi tidak digaji secara formal. Pertanyaannya apa bedanya perawat yang telah menyelesaikan pendidikan formal dengan seorang tukang parkir yang hanya tamat Sekolah Dasar?

Jatah upah para perawat itu hanya karena hasil kasihan dari perawat lain yang sudah punya status pegawai resmi atau formal. Apa artinya sebulan dengan 250.000 rupiah. 

Mendingan para perawat itu jadi tukang parkir saja kan, lebih banyak uangnya, apalagi kalau datang rezeki pemilik mobil orang kaya yang murah hati.

Kenyataan ini benar terjadi di Flores, ada banyak sekali para perawat yang bekerja di rumah sakit, namun tidak memiliki status formal, konsekuensinya mereka tidak punya gaji.

Sungguh prihatin bukan? Bagaimana nilai penghargaan atas pendidikan dan keahlian mereka itu? Masak sih dianggap saja sama dengan tukang parkir? Kenyataan itu betul-betul adalah suatu paradoks.

Pemerintah mestinya kasihan dong. Atau sekurang-kurangnya para dokter dan perawat yang sudah punya gaji formal kasihan mereka dong. Jika tanpa belas kasihan, maka mereka itu bisa saja mirip seperti "tukang parkir di rumah sakit" tapi maaf lho, mereka bekerja sungguh dan serius menolong orang-orang sakit. 

Hal yang sama bisa terjadi juga dengan guru-guru honor di desa-desa. Apakah memang karena guru itu adalah pahlawan tanpa tanda jasa, maka, gaji-gaji guru honor di desa-desa dianggap layak lebih kecil dari hasil kerja sebagai tukang parkir?

Kenyataan tragis itu masih marak terjadi di NTT tentunya. Ya, perawat dan guru-guru honor berjuang hidup dengan upah informal yang tentu juga tidak sebanding dengan upah kerja sebagai tukang parkir.

Bagaimana kebijakan pemerintah terkait hal ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun