Aktivitas berpikir itu membutuhkan banyak energi
Pikiran yang jernih bisa saja karena kondisi fisik yang kuat dan energik. Aktivitas berpikir itu adalah aktivitas yang membutuhkan banyak energi. Saya masih ingat saat kuliah dulu, betapa lelahnya saat belajar tentang metafisika dan epistemologi.Â
Pernah seorang teman saya bilang begini, "oh masih mendingan suruh saya pacul kebun atau push up 20 kali daripada harus belajar metafisika dan epistemologi."
Berpikir tentang yang tidak ada atau berpikir tentang pikir itu ternyata menyedot banyak energi. Nah, orang yang kelelahan, umumnya tidak bisa menulis lagi, sebabnya bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena energi untuk menulis itu tidak cukup.Â
Kekurangan energi itu dapat menyebabkan gairah untuk kreatif mengembangkan ide-ide itu sendiri jadinya down. Lalu, bagaimana caranya  agar dalam situasi itu orang tetap bisa menulis saat kelelahan seperti saat ini?Â
Jawabannya bukan karena fisik saya kuat, tetapi karena cara mengalihkan pikiran saja dari yang lelah kepada menulis tentang lelah. Saya sendiri tertawa rasa ingin tahu Mengapa bisa Menulis dalam keadaan lelah?Â
Ternyata menulis itu jadi mudah oleh karena menulis tentang kenyataan dan pengalaman yang sedang saya hadapi. Apa yang sedang saya hadapi saat Ini? Itulah yang ditulis.Â
Apa kabar mu? Wie geht's dir?Â
Orang Jerman punya kebiasaan baik seperti bertanya pada teman dalam setiap perjumpaan seperti ini, wie geht es dir? Nah, pertanyaan itu baik sekali, apa kabar kamu? Tanda perhatian, kata mereka kalau kita bisa bertanya seperti itu.Â
Di mata saya pertanyaan itu aneh, soalnya keseringan bertanya dengan pertanyaan yang sama menjadikan orang tidak kritis. Orang jadi lupa bertanya diri, wie geht es mir heute? Atau apa kabarku hari ini?Â
Ada begitu banyak orang yang lupa bertanya diri, tetapi tidak pernah lupa bertanya tentang kabar orang lainnya. Aneh enggak? Sekurang-kurangnya kenyataan itu saya alami selama saya ada di Jerman.Â