Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ada 5 Cara Bos Menghadapi Karyawan yang Kritis

18 Juli 2021   15:22 Diperbarui: 22 Juli 2021   13:38 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karyawan dan bos sedang berdiskusi. Sumber: SHUTTERSTOCK/RED MANGO via Kompas.com

Pelajari siapa bos Anda bukan dari pandangan mata saja, tetapi lebih-lebih dari kesempatan berdiskusi dengannya. Anda akan tahu bagaimana cara bos menghadapi karyawan-karyawan yang kritis.

Gambaran tentang bos bisa saja ditemukan dari saat perjumpaan dengannya entah itu dalam forum diskusi, maupun dalam kesempatan pertemuan pribadi dengannya.

Jarang sih ditemukan seorang bos yang menjelaskan tentang karakter diri dan kepemimpinannya. Umumnya bos menunjukkan secara langsung melalui kesempatan diskusi atau pertemuan pribadi.

Untuk mengenal bagaimana sikap bos terkait suatu hal, maka perlu mencoba dengan mengajaknya mendiskusikan suatu tema. Suatu pengalaman yang menguntungkan saya bahwa baru-baru ini saya bersama seorang teman karyawan sepakat menelepon bos untuk meminta waktu bertemunya.

Sebagai orang baru saya sebenarnya ingin mengenal lebih jauh lagi bos saya, ya ingin tahu lebih dalam lagi atau lebih dari sekadar kesan awal pada perjumpaan pertama. Tentu berbeda dengan teman saya yang sudah lama bekerja bersama bos itu. Teman saya itu tampaknya sangat kritis.

Ketika kami meneleponnya, jawaban yang sangat mengejutkan kami ialah bahwa ia bersedia pada waktu itu juga. Hal itu bagi saya merupakan sesuatu yang menarik. Mengapa saya katakan hal itu menarik?

1. Umumnya orang Jerman punya kebiasaan membuat janji (Termin), namun bosku bisa juga tanpa Termin

Termin bagi mereka itu sangat penting. Bahkan bisa dikatakan hidup mereka itu adalah rangkain Termin. Termin kerja di kantor, pertemuan dengan bos, pertemuan dengan teman dan segala urusan harus ada Termin.

Karena itu bagi mereka kalender Termin itu sangat penting, ya tentu bukan lagi cuma mereka, saya juga akhirnya seperti itu. Sedikit-sedikit Termin. 

Bayangkan saja berapa banyak Termin yang dimiliki kalau saja sampai liburan pada beberapa bulan depan saja sudah ada Termin-nya. Belum lagi janjian untuk vaksin pertama dan kedua, lalu janjian dengan dokter untuk bersih gigi dan lain sebagainya.

Pokoknya, jika orang hidup di Jerman, maka orang itu akan merasakan hidupnya adalah sebuah Termin. Saya akhirnya ingat suatu waktu, saya benar-benar kaget dengan kebudayaan orang Jerman yang satu itu, ya soal Termin. Sedikit-sedikit Termin dan seterusnya.

Tiba-tiba dalam satu acara atau Veranstaltung ada sebuah lagu yang menyebut kata "Termin" , singkatnya seperti ini: So viele Termine, welches ist wichtig? atau ada banyak janjian, mana sih yang penting?

Syair lagu itu kadang menjadi bahan candaan kami di rumah, ketika bertanya apakah kamu ada waktu? Jawabnya pasti, "maaf saya lihat Termin saya dulu ya, tunggu sebentar" Pada saat itu, biasanya saya bernyanyi, "So viele Termine, welches ist wichtig?

Nah, menarik dari bosku adalah saat saya menelepon dengan spontan ia menjawab, "okey, sekarang saya punya waktu. Silahkan datang ke kantorku."

Pengalaman itu bagi saya merupakan pengalaman unik. Hal ini karena umumnya bos adalah orang sibuk yang sudah pasti punya banyak Termin, tapi ia bisa juga spontan.

2. Diskusi di kantornya bisa dengan santai tanpa ada batas waktu

Judul dari permintaan khusus untuk bertemu bos adalah untuk membicarakan rencana mengadakan suatu Veranstaltung atau acara bersama pada awal Agustus nanti.

Oleh karena acara itu melibatkan banyak orang lain yang tidak pernah dibuat lagi sejak krisis Covid19, makanya segala persiapan harus dikoordinasikan dengan baik, termasuk harus diketahui oleh bos.

Pada prinsipnya bos selalu terikat dengan tanggung jawab utama yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidak heran bahwa ia pada waktu itu menegaskan beberapa poin dari protokol kesehatan sesuai aturan pemerintah.

Dengan gaya yang unik sih rasanya, "Ja....aber" atau "Ya...tapi." Maksudnya, sudah bisa diperbolehkan untuk membuat acara bersama, tapi perlu tetap memerhatikan disiplin yang berlaku saat ini.

Dari jawabannya di atas, saya melihat bos saya adalah pribadi yang locker dan kooperatif atau santai dan bisa bekerja sama atau bersedia membantu. Dia bisa bekerja sama untuk mendukung iklim perusahaan yang dipimpinnya.

3. Diskusi bisa berkembang ke hal lainnya yang justru sampai pada klimaks perbedaan gagasan

Suasana santai tanpa terasa mengubah diskusi kami sampai pada hal-hal yang berkaitan dengan tema etika medis. Bos dan teman saya tampak begitu serius berdebat karena keduanya punya perbedaan Schwerpunkt atau penekanan utama.

Tiba-tiba keduanya saling menyerang dan saya merasakan suasana semakin menegangkan. Permasalahan pokoknya adalah berangkat dari kisah sebuah film bahwa jika orang sudah berusia tua dan seharian cuma di atas tempat tidur saja, ia sendiri bahkan sering sekali meminta supaya ia boleh memperoleh obat penenang, bahkan obat agar dia segera meninggal. Apakah harus menunggu restu keluarga? Apakah hal seperti itu diizinkan?

Bos saya rupanya orang liberal yang tidak terlalu berpegang pada pendasaran etika tertentu, sehingga baginya sah bisa saja, jika semua anggota keluarganya merestui itu. Alasannya, mengapa harus memperpanjang penderitaannya?

Teman saya berontak dengan keras, "Ne....ne..ne! Das geht gar nicht" atau tidak...tidak...tidak, itu gak bisa seperti itu. Katanya, "hidup itu tidak bisa dibatasi oleh kehendak manusia, karena hidup itu adalah anugerah Tuhan. Memberikan obat agar seseorang yang sudah lama sakit dan berusia, bahkan sudah tidak berdaya supaya cepat meninggal, berarti menghentikan kehidupan yang diberikan Tuhan. Hal itu sama sekali tidak bisa dibenarkan."

Diskusi semakin panas, bos akhirnya berkata demikian, "Ya, ini tentu merupakan tema yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. Mungkin kita perlu cari waktu dan mengundang seorang ahli di bidang etika medis untuk membahas hal itu di sini, sehingga kita menemukan jawaban yang sama."

Keduanya sepakat. Bos bertanya juga kepada saya pada waktu itu. Sebagai orang baru, saya hanya mengatakan bahwa ide untuk diskusi lebih lanjut adalah ide yang sangat tepat.

Dari hal itu, saya pelajari bahwa ternyata bos itu orang yang suka berdiskusi dan ingin mengetahui hal-hal praktis yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. 

Ya, ia berusaha membawa dunia dari dunia seni perfilman ke dunia nyata, agar manusia terlibat berpikir dan memberikan jawabannya. Ya, lebih-lebih di tengah krisis covid19, etika medis akan menjadi tema yang sangat penting untuk didiskusikan. 

Bagaimana sikap moral manusia saat ini khususnya di tengah pandemi ini? Saya kira diskusi tema etika medis, sangat relevan untuk saat ini. Yuk mari kita berdiskusi. 

4. Perbedaan gagasan tidak akan memperburuk hubungan kerja sama

Kepiawaian bos dalam meredakan suasana diskusi bagi saya merupakan hal yang sangat positif sebagai cara yang tepat dalam memberikan solusi dari suatu ketegangan yang ada di depan mata.

Ia tidak main kuasa dengan cara seakan-akan main palu meja atau katakan "stop jangan bicara, tetapi okey kita akan lanjut diskusi lagi dalam kesempatan lain yang akan kita buat di tempat ini bersama dengan seorang ahli yang memang menguasai ilmu etika medis."

Jawaban itu mengakhiri semua diskusi dan ketegangan yang berlangsung hampir setengah jam itu. Pada akhirnya bos itu dengan santai mengatakan seperti ini, "Ja, das ist das Leben. Die Diskussion gehoert auch zum Leben." Atau "Ya, itulah hidup. Diskusi itu termasuk juga bagian dari hidup."

Kami berpamitan lagi dengan santai dan akrab. Bagi saya, pertemuan spontan itu adalah saat berharga, ya suatu pelajaran penting bahwa seorang bos itu perlu memiliki wawasan yang terbuka tentang kehidupan. Bos tidak boleh seorang yang anti diskusi dan anti kritik.

Ya bos yang baik bagi saya adalah seorang yang bisa melihat perbedaan gagasan itu sebagai bagian yang terhubung dengan tema kehidupan. Di mana orang tidak menemukan perbedaan? 

Rasanya sih, tidak ada. Oleh karena itu, orang perlu memiliki wawasan keterbukaan pada hal-hal baru dan berdialog dengan orang-orang baru.

Perjumpaan dengan orang baru dan tema-tema diskusi yang baru menjadikan kita orang yang selalu punya kesempatan belajar hal-hal baru.

Jadi, jangan pernah takut berjumpa dan berdiskusi dengan bos Anda atau juga dengan siapa saja, namun orang perlu tetap memerhatikan etika diskusi yang baik.

Ilustrasi cara bos menghadapi karyawan yang kritis | dokumen diambil dari: duniakaryawan.com
Ilustrasi cara bos menghadapi karyawan yang kritis | dokumen diambil dari: duniakaryawan.com
Dari empat sesi cerita di atas dapat ditegaskan bahwa ada lima cara bos menanggapi permintaan karyawan yang kritis:

1. Bos menyediakan waktu untuk karyawannya tanpa menunda-nunda.

2. Ia bisa bersikap locker dan kooperatif atau santai dan memberikan dukungan dan kerja sama

3. Memberikan solusi terhadap suatu perbedaan pendapat dengan cara memberi kesempatan memperdalam tema diskusi yang sama pada kesempatan lainnya yang dihadiri oleh seorang ahli. 

4. Ia mencari jawaban yang benar dari orang yang benar-benar kompeten pada bidangnya, bukan saja sebagai penengah dari suatu perbedaan pendapat, melainkan juga untuk menemukan suatu jawaban yang akan menjadi pegangan bersama.

5. Ia berpikir holistik, ya ia melihat hubungan keterkaitan satu hal dengan hal-hal lainnya yang perlu terus diperdalami lagi karena semuanya berkaitan dengan tema kehidupan. Dengan cara itu, ia tetap terbuka dan bersahabat dengan siapa saja, termasuk dengan karyawannya yang kritis.

Demikian ulasan terkaitan cara bos menanggapi permintaan karyawan kritis tanpa harus membenci dan mengucilkannya. Ia merangkum dan tetap terbuka pada solusi kreatif baru yang berkembang dalam perjalanan waktu. 

Ya, ini adalah kisah yang saya lihat dan saya alami. Tentu, saya yakin masih ada banyak kisah lain yang berbeda dan terjadi di mana saja, termasuk di Indonesia. 

Saya percaya bahwa setiap orang punya pengalaman sendiri terkait hubungannya dengan bos, khususnya pada saat berdiskusi dan dalam kesempatan pertemuan lainnya.

Salam berbagi, ino, 18.07.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun