Jika Anda yakin dengan kekuatan kata-kata positif, maka tentu Anda bisa mencobanya, sekurang-kurangnya untuk mengatakan secara positif tentang keadaan diri sendiri saat ini.
Beberapa minggu ini terasa sekali bahwa Indonesia benar-benar memasuki zona krisis Covid-19 pada level yang paling mencemaskan. Keseriusan krisis covid ini bisa dirasakan melalui informasi yang disampaikan langsung oleh sahabat, keluarga dan orang-orang yang kita kenal di mana saja di Indonesia.
Seorang teman menulis kepada saya seperti ini: "Yang ekonomi rendah mengandalkan Puskesmas...obat baru dapat beberapa hari kemudian, demikian juga PCR hasilnya baru dapat beberapa hari kemudian, nangisss. Gak punya duit, ya udah tunggu mukjizat Tuhan. Yang mau vaksin kudu antrian ribuan orang, sudah benar-benar taruhan nyawa. Belum tahu, berapa yang sudah meninggal di rumah-rumah karena tidak memperoleh pelayanan kesehatan." (L. M., 6/07/2021).
Rasa haru dan sedih sungguh menyayat hati saat membaca pesan ini. Kecemasan dan ketakutan benar-benar menggerogoti hati manusia saat ini.Â
Menarik nafas lega di Eropa saat ini tidak ada artinya lagi ketika mendengar duka dan susah bangsa dan tanah air sekarang ini. Keluarga dan sahabat kenalan menyampaikan pesan dan gambar yang sama tentang kerinduan agar tetap bertahan hidup di saat pandemi ini.
Pertanyaan yang penting adalah langkah apa yang bisa dilakukan saat ini agar orang bisa bertahan hidup dari serangan covid? Ada beberapa persiapan penting agar orang tetap bertahan hidup di tengah pandemi tanpa melupakan pendidikan anak-anak:
1. Persiapan fisik dan psikis
Persiapan diri untuk apa? Persiapan diri yang penting saat ini adalah untuk menerima situasi kehilangan. Memang tampaknya resiko kehilangan anggota keluarga, sahabat dan kenalan akan menjadi semakin dekat dengan kenyataan semua orang.
Beberapa waktu lalu, saya mendengar berita yang mengejutkan dari seorang teman tentang ayah kandungnya yang meninggal setelah dua hari terpapar covid.Â
Belum lagi anggota keluarganya sendiri ada 11 orang yang sedang isolasi mandiri karena covid. Keadaan seperti itu hampir pasti menjadi begitu sering terdengar.
Dalam suatu pembicaraan, saya mendengar ungkapan hatinya yang begitu menguatkan saya juga, katanya, "Kawan...kita tidak boleh memaksa Tuhan. Jika kita terlalu memaksa Tuhan, maka kita sendiri akan tersiksa. Kita perlu belajar untuk ikhlas menerima semua yang akan terjadi."