Jangan lupa menggunakan peribahasa dalam menulis, agar keindahan cara menyampaikan pesan tetap dijaga dan juga peribahasa bahasa Indonesia tetap dilestarikan.
Topik pilihan Kompasiana kali ini menantang saya untuk menemukan, bagaimana cara saya dalam menulis satu Artikel dengan menggunakan 6 Peribahasa. Cara yang penting adalah bagaimana memasukan peribahasa ke dalam cerita dan tulisan saya.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba (1), mendapatkan sesuatu yang lebih dari harapan
Pernahkah Anda merasakan pengalaman yang bisa diungkapkan dengan peribahasa "Pucuk dicinta, ulam tiba"? Pada hari pertama masuk kerja pada sebuah perusahaan, saya sebelumnya cukup merasa asing dengan alasan yang masuk akal, karena tidak mengenal seorangpun di sana.Â
Oleh karena tugas tertentu, ya mau tidak mau saya akhirnya berangkat dengan harapan bertemu orang yang bisa ditanya. Itulah yang saya harapkan. Saya punya harapan seperti itu karena percaya pada kebenaran dari peribahasa ini: Malu bertanya, sesat di jalan (2).Â
Harapan bertemu orang yang bisa di tanyakan sesuatu agar tidak tersesat akhirnya terjawab, bahkan ya harus saya katakan bahwa "Pucuk dicinta, ulam pun tiba."
Di sana saya menemukan orang begitu ramah, lebih dari sekedar bertanya, mereka mempersilahkan saya masuk ke ruangan kerja mereka, kemudian kami bisa memperkenalkan diri dan bisa mengobrol tentang situasi perusahaan jasa pelayanan orang-orang jompo itu.Â
Saya mendapatkan kemudahan lebih dari harapan. Peribahasa "Pucuk dicinta, ulam pun tiba" Â itu benar-benar saya alami kemarin, Rabu 6 Juni 2021.
Setelah memperoleh suasana nyaman yang lebih dari harapan, saya sebenarnya juga punya tugas untuk mengantar koran Frankfurt Allgemeine ke sebuah ruangan pelayanan Sosial, yang tidak jauh dari kantor tempat ruang kerja saya.Â
Ya, sambil menyelam minum air. Dalam perjalanan ke ruangan pelayanan sosial itu, saya memberikan kartu nama dan alamat saya kepada pegawai yang saya jumpa dan menaruh di atas meja di depan kantor mereka masing-masing.