Menepis penat tak bisa di tengah kota. Ternyata murah di puncak yang terbentang hamparan bunga dan tanaman.
Siang sejuk tak sanggup menahan lelah, bertutur tiada batas waktu, diskusi tanpa titik dan koma.Â
Panjang cerita tentang hari ini. Tak ingin ku kisahkan semuanya. Tak sanggup raga membangunkan daya untuk bertutur lagi dan lagi.
Kali ini biarkan jari dan kening menggores kaca hingga terlihat daun kering terdampar pada sisi beningnya.
Menepis penat dengan menatap bunga Mohn di tepi ladang gandum di sebuah desa di pinggiran kota.
Mohn merah bagaikan penampilan gadis desa yang bersolek ria menanti pengantin pria.
Menunggunya diujung lelah, hingga pergi penat dan resah.
Wahai kekasih inspirasi, kau hadir untuk menepis penat di tengah badai kata-kata gelisah saat korona tak kunjung pergi dan lenyap.
Merah, biru, hijau membentang tak hanya di depan mata. Semuanya merasuk kalbu hingga bangkitkan rasa untuk namakan cinta yang tak kenal lelah.
Cintamu menepis penat di kedalaman jiwaku yang tengah rintih dan bermimpi.
Mimpi untuk berkobar dan mekar sepanjang masa bagaikan Mohn di tepi ladang gandum di puncak dekat kota.