Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada 3 Cara Memberi untuk Menulis Kebaikan di Hati Penerima

4 Juni 2021   15:18 Diperbarui: 5 Juni 2021   02:30 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada rahasia kecil dari tindakan sederhana "memberi dengan kesunyian hati." Tangan yang ikhlas dan terbuka untuk memberi dan berbagi itu ternyata punya gelombang nada yang langsung tersambung ke hati orang-orang di sekitarnya.

Setiap orang pasti sudah pernah memberi sesuatu kepada orang lain dengan cara tertentu yang unik. Karena itu, pengalaman terkait memberi sesuatu kepada orang lain sebenarnya merupakan pengalaman yang dimiliki banyak orang tentang cara, motivasi dan dampak dari tindakan memberi itu sendiri. Meskipun demikian, rasanya tetap sedikit sekali orang menulis dengan tema memberi. Kenapa ya? 

Mungkinkah alasan seperti ini, memberi itu harus bersifat rahasia sebagai alasannya sehingga orang enggan menulis atau bercerita tentang memberi? Ataukah memang karena belum banyak orang yang menganggap penting tentang memberi. 

Spontan munculnya pertanyaan seperti ini, mengapa orang tidak mencoba menulis tema-tema sederhana seperti "memberi itu indah, atau memberi itu bahagia"? 

Setelah saya coba melihat lagi serpihan pengalaman pribadi saya khususnya dalam hal "memberi", saya menemukan bahwa ada rahasia dari tindakan memberi itu yang luar biasa efeknya bukan cuma untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain atau penerima.

Ada 3 cara memberi untuk menuliskan kebaikan di hati penerima, yakni:

1. Memberi dengan keyakinan bahwa akan melegakan hati  dan membebaskan orang lain

Saya percaya bahwa siapa saja yang pernah memberi dengan ikhlas  dan penuh keyakinan pasti mengalami kelegaan hati. Maaf bukan gelisah. Jika gelisah setelah memberi sesuatu kepada orang lain, maka sebenarnya orang itu tidak ikhlas memberi. 

Saya masih ingat kisah saya pada tahun 2011. Setelah seminar saya memperoleh tanda terima kasih dalam bungkusan sederhana pakai kertas dari lembaran buku tulis. Dalam perjalanan pulang, saya berjumpa dengan seorang ibu yang berjalan kaki tanpa alas kaki. Saya tahu tempat itu sudah jauh sekali dari rumahnya. Saya berhenti dan menawarkan ibu itu untuk dihantar ke rumahnya. 

Dalam perjalanan, saya bertanya kepadanya, "kenapa berjalan kaki begitu jauh?" Ia menjelaskan tentang tujuannya untuk meminjam uang pada seseorang yang dia kenal. Namun, orangnya tidak ada di rumah. Sayang sekali, padahal ibu itu sudah berjalan kaki 12 km lebih. 

Ibu itu memerlukan uang untuk mengurus pengambilan ijazah anaknya di Sekolah dan urusan lain untuk biaya pendidikan Semester kedua untuk anaknya yang lain. Rasanya sudah tidak sanggup mendengar cerita seperti itu. 

Kata saya spontan, "sudahlah bu, saya hari ini punya rezeki, tapi saya belum hitung jumlahnya berapa. Semuanya akan saya berikan kepada ibu untuk urusan anak-anak ibu nanti." Anehnya, waktu saya menghitung, jumlah uang sebesar 250.000 rupiah. Saya beritahu lagi, "bu rupanya rezeki yang saya dapatkan hari ini adalah rezeki untuk ibu. Terimalah, dan semoga urusan anak-anak ibu bisa beres."

Saya kembali ke rumah dengan suatu perasaan hati yang belum sering saya alami. Ya, rasa bahagia luar biasa meliputi hati saya. Kemudian muncul suatu pertanyaan secara tiba-tiba seperti ini, "apa memberi itu adalah kunci untuk mengalami rasa bahagia?" 

Saya yakin itu salah satu jawabannya. Oleh karena itu, orang perlu mencoba untuk membuktikan kebenaran dari recehan pengalaman pribadi terkait memberi tanpa harapan diberi. Benarkah memberi itu membahagiakan? Anda bisa punya cerita unik yang  bisa ditulis bukan? 

2. Memberi dengan cara sederhana, tanpa banyak kata-kata

Saya yakin bahwa memberi sebagai suatu cara menolong orang lain, sebenarnya sangat itu sederhana. Meskipun demikian, tindakan sederhana itu belum tentu dilakukan secara sadar oleh semua orang. 

Saya tidak berbicara tentang berapa nilai pemberian itu sendiri, tetapi lebih penting dari nilai adalah kualitas dan motivasi orang memberi. Tentu semua orang tahu, bahkan pernah melihat, mungkin juga pernah mengalami bahwa orang menunggu sesuatu setelah memberi sesuatu.

Namanya manusia, wajarlah kalau memberi sesuatu, kemudian mengharapkan sesuatu. Namun, dalam ulasan ini, saya lebih tertarik untuk membahas tindakan memberi yang pernah saya lakukan dan saya amati reaksi dan tanggapan orang lain.

Memberi 50 cent untuk orang yang tidak dikenal di stasiun kereta api, sebenarnya tidak ada artinya. Namun, yang nyata pernah saya lihat bahwa memberi itu sendiri punya energi yang bekerja di dalam kesunyian; ya otomatis tindakan memberi itu mengundang orang lain lagi untuk memberi.

Memang akan jauh lebih berarti, jika memberi tanpa diketahui orang lain. Meskipun demikian, jika motivasi kita memberi tidak untuk dilihat orang, maka tidak perlu ragu-ragu untuk memberi, meski dilihat orang. Justru pada saat itulah energi dari tindakan memberi itu bekerja menyapa orang lain.

Dari pengalaman di stasiun kereta di kota Frankfurt, saya menemukan gagasan ini: 

Tindakan memberi yang sungguh sunyi dan sepi dari pengaruh ambisi ingin dikenal dan dihargai, akan punya suara dengan gema yang keras terdengar bukan di kuping, tetapi langsung di dalam hati orang lain lagi. 

Inilah rahasia kecil dari tindakan sederhana "memberi dengan kesunyian hati." Tangan yang ikhlas dan terbuka untuk memberi dan berbagi itu ternyata punya gelombang nada yang langsung tersambung ke hati orang-orang di sekitarnya.

Dari pengalaman, ternyata radius gelombang nada dengan getaran belas kasih itu bisa mencapai 5 meter. Ini dalam konteks pemberian langsung pada orangnya, namun saya percaya getaran belas kasih yang dinyatakan melalui tindakan memberi itu sebenarnya tanpa batas jarak dan ruang.

Saya tidak akan memaksa pembaca untuk percaya, tetapi jika Anda punya kesempatan untuk mencoba, lakukanlah dengan hati yang ikhlas, maka rahasia dari memberi itu akan menjadi sukacita istimewa untuk Anda. 

Pesan dan makna edukasi dari tindakan memberi itu sendiri datang tanpa melalui banyak kata-kata, tetapi lahir dari dalam kesunyian hati setiap orang. Jika Anda memberi, maka orang lain yang melihat akan mengerti bahwa Anda baik hati, dan orang yang menerima akan menerima dengan sukacita, bahkan pancaran sukacita hatinya itu terasa hingga di hati Anda sendiri sebagai pemberi.

3. Memberi itu adalah cara terbaik untuk menulis tentang kebaikan di dalam hati penerima

Beberapa pengalaman menerima pemberian dari orang lain, baik yang sudah lama berkenalan, maupun dari orang yang belum mengenal dengan baik telah mengajarkan hal yang penting. Satu kenyataan ini,  yang bagi saya sungguh unik: "Saya tetap saja ingat kisah-kisah itu, dan setiap kali saya ingat, saya selalu bersyukur dan mengagumi orang itu (pemberi)." 

Bagi saya ini bukan hal biasa. Pertanyaannya adalah mengapa peristiwa itu masih tetap diingat dan rasa syukur masih tetap ada? Dari pertanyaan itulah, saya menemukan gagasan ini: Memberi itu sebenarnya adalah tindakan menulis tentang kebaikan pemberi di dalam hati penerima. 

Catatan dan coretan sekecil apa pun itu tentang kebaikan di dalam hati penerima, tetap bernilai penting bagaikan buku online. Sesekali akan kembali diingat dan bisa dikenang, ya seakan-akan dibuka dan dibaca lagi.

Itulah bedanya menulis di hati, tidak bisa dihapus sejauh penerima itu masih sadar dan hidup. Demikian pula, saya percaya kata syukur itu pun akan tetap ada, meski pemberinya mungkin sudah tiada lagi. 

Rahasia dari keabadian tulisan di dalam hati penerima adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gelombang nada yang memancarkan getaran belas kasih untuk terus memberi tanpa berharap akan diberi.

Demikian ulasan tentang tiga cara memberi yang diyakini bisa menjadi cara-cara terbaik untuk menuliskan kebaikan pada hati penerima. Cara memberi akan sangat menentukan disposisi batin penerima bukan saja tentang siapa itu pemberi terbaik dalam hidupnya, tetapi bisa juga membentuk konsepnya tentang Pencipta yang terus memberi; Ia memberi dalam kesunyian tanpa banyak kata-kata.

Salam berbagi, ino, 4.06.2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun