Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Ada 5 Alasan Mengapa Terdapat Rasa Asing dalam Diri Sendiri dan Cara Mengatasinya

31 Mei 2021   18:38 Diperbarui: 3 Juni 2021   14:43 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, sebenarnya rasa asing seperti itu bisa diatasi dengan persiapan hati dan pikiran untuk adaptasi budaya. Menjadikan diri fleksibel mungkin jauh lebih mudah untuk masuk ke proses adaptasi budaya.

Kemampuan untuk adaptasi budaya dan kebiasaan orang lain, ternyata sangat penting agar orang bebas dari rasa asing itu. Sebagian orang Indonesia punya anggapan seperti ini, ukuran sopan santun bisa terlihat dalam tata cara menyapa orang yang lebih tua.

Rasa hormat itu, justru kalau tidak menyebut nama secara langsung, atau harus disertai  dengan embel-embel di depannya, seperti bapak, bung, pak, bang, mas, atau dalam konteks budaya setempat seperti di Flores, eja (Ende), kraeng (Manggarai), moad (Maumere), dan lain sebagainya.

Nah, di Jerman lain lagi, jika kita sudah berkenalan apalagi sudah sering bersama atau dalam satu rumah atau komunitas, rasa hormat itu harus berbanding terbalik dari rasa sebagai orang Indonesia.

Mereka akan bertanya balik, jika kita masih memanggil mereka dengan gaya yang formal, "kamu belum kenal saya?" Budaya dan konsep tentang keakraban mereka berbeda. 

Akan jauh dari rasa asing, jika disapa dengan menggunakan nama panggilan atau tanpa embel-embel lainnya. Rasa asing saya pada saat pertama menyapa senior yang berusia 92 tahun waktu itu sungguh begitu besar.

Terkadang saya merasa seperti kurang sopan, tapi itulah, saya tidak berada di Indonesia lagi, maka mau tidak mau saya harus berusaha membiasakan diri memanggil dengan nama. Lama-kelamaan akhirnya menjadi biasa. Benar juga sih kata orang, ala bisa karena biasa.

Meskipun demikian, saya akhirnya mengerti bahwa adaptasi budaya itu butuh proses,  perjuangan dan keberanian diri untuk menyesuaikan diri dengan orang lain dan budaya lain.

4. Rasa asing itu terjadi karena kurang terbuka dan mau berbagi dengan orang lain

Tentu bukan saja soal jarak fisik, kurangnya kontak batin, dan adaptasi budaya, melainkan juga soal kurang terbuka menjelaskan alasan-alasan ketika meninggal rumah, atau kampus dan lain sebagainya, dapat menjadi alasan munculnya rasa asing.

Sederhananya, rasa asing berkaitan dengan kejujuran seseorang terkait tujuan. Jika saya bepergian bersama teman-teman geng kuliah, tanpa memberitahu sebelumnya, maka ketika kembali, saya merasakan ada rasa asing dalam diri saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun