Ini bukan kisah horor, tetapi sebuah kisah nyata yang memang pernah terjadi, namun tidak pernah dicari tahu bagaimana kepastiannya. Pertanyaan yang relevan saat ini: Apakah kematian babi  itu karena terkena serangan Covid-19 atau ada penyakit lain sejenis flu babi?
Bagaimana cara dan upaya pemerintah agar misteri kematian babi ini segera terungkap dan menjadi fenomena yang jelas dan pasti terkait penyebabnya.
Fenomena kematian babi ini tentu tidak ada kaitannya dengan babi ngepet yang pada beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial. Fenomena kematian babi hutan di sekitar Desa Kerirea, Kecamatan Nangapanda itu terjadi hampir setahun ini.Â
Sementara itu fenomena yang sama ternyata terjadi juga di tempat lain. Di Bali misalnya seperti dilansir CNN Indonesia (03/02/2020) ada ribuan babi dilaporkan mati tanpa diketahui penyebabnya.Â
Klaim sementara sebagai penyebabnya adalah virus, namun virus apa dan bagaimana penularan dan seberapa daya jangkitnya sama sekali belum diketahui sampai saat ini.
Sementara itu, kematian babi juga terjadi di Palembang. Sebagaimana dilansir Kompas.com (03/7/2020) bahwa ada 878 ekor babi di peternakan Palembang dilaporkan mati.Â
Dugaan yang disampaikan oleh ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PHDI) Cabang Sumatera Selatan adalah kematian ratusan babi itu karena terkena virus flu babi.
Nah, bagaimana dengan kenyataan kematian babi di hutan lindung desa Kerirea, Nangapanda, Ende, Flores, NTT? Apakah PHDI Cabang NTT sudah melakukan pengambilan sampel untuk mengetahui jelas penyebab kematian babi-babi itu.
Kemungkinan besar fenomena itu dianggap bisa, namun perlu diperhatikan bahwa jika penyebab kematian babi-babi itu dari virus, maka ada kemungkinan virus itu bisa juga berpotensi jangkit pada manusia.
Kendala yang tidak mudah bagi fenomena yang diangkat ini adalah babi-babi hutan. Ada begitu banyak babi hutan yang dilaporkan mati dan ditemukan di hutan.
Sudah pasti tidak ada yang menguburkan babi-babi itu sebagaimana layaknya di Palembang. Karena itu, potensi untuk penyebaran penyakit melalui binatang lain yang mungkin memakan bangkai itu menjadi sangat besar.Â